1. Patung Selamat Datang
Patung (tugu) Selamat Datang dibangun untuk menyambut para
peserta SEA Games IV yang diadakan di Jakarta pada tahun 1962. Patung ini
dibangun persis di atas air mancur di depan Hotel Indonesia. Sketsa awalnya
dibuat oleh Henk Ngantung mantan Gubernur Jakarta yang juga seorang seniman
lukis. Pengerjaannya dilakukan oleh Edhi Sunarso seorang seniman patung dari
Yogyakarta.
Patung berbahan perunggu ini dibuat menghadap utara kota
Jakarta yang memang pada saat itu menjadi pusat bisnis, perdangangan dan jalur
masuk pendatang dari pelabuhan. Air mancur yang mengelilingi patung ini
sebenarnya memiliki lima formasi yang melambangkan ideologi Republik Indonesia
yakni Pancasila. Diyakini pula mempunyai makna untuk memberikan salam kepada
warga kota sesuai dengan waktu, yaitu Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat
Petang, Selamat Malam, dan Selamat Hari Minggu. Ini menandakan bahwa Jakarta
sebagai metropolitan adalah kota yang tidak pernah tertidur. Namun belakangan
air mancur ini jarang dinyalakan sehubungan dengan niat pemerintah untuk
menghemat listrik.
2. Patung Dirgantara (Patung Pancoran)
Patung ini mempunyai beberapa nama samaran seperti Patung
Pancoran (karena letaknya di Pancoran), patung Superman, Patung ‘Hey Kamu’.
Padahal sesuai namanya, Patung DIrgantara, patung ini sebenarnya adalah untuk
menggambarkan keperkasaan kekuatan digantara negara kita. Seperti kebanyakan
patung di Jakarta, Patung Dirgantara juga dikerjakan oleh seniman Edhi SUnarso.
Tangan patung ini sebenarnya menunjuk ke arah utara tempat
Bandar Udara Internasional Kemayoran, yang merupakan bandara internasional
pertama yang dimiliki Jakarta. Selain itu lokasinya memang dekat dengan Markas
Besar Angkatan Udara yang berada di selatannya. Sebelah tenggaranya terdapat di
Bandar Udara Domestik Halim Perdana Kusuma. Dari cerita yang beredar Bung Karno
harus merelakan menjual mobilnya untuk membiayai pembangunan patung ini.
3. Patung Pahlawan (Tugu Tani)
Populer dengan panggilan Tugu Tani, Patung Tani, Patung Pak
Tani. Nama asli patung ini adalah Patung Pahlawan. Karena patung ini memakai
caping, maka disebutlah dengan Patung (tugu) Tani.
Cerita pembangunan patung ini berawal dari kunjungan
Presiden Sukarno ke Moskow. Disana ia terkesan dengan patung-patung yang ada
disana. Nikita Kruschev, pemimpin Uni Sovyet saat itu lalu mengenalkan Sukarno
dengan seorang seniman patung Matvei Manizer dan anaknya Otto Manizer. Mereka
diundang ke Indonesia dan diminta untuk membuat patung yang melambangkan
semangat perjuangan Indonesia.
Bapak dan anak itupun lalu berkesempatan untuk berkeliling
dan menemukan sebuah legenda di daearah Jawa Barat yang berkisah tentang
seorang ibu yang mengiringi anaknya untuk maju berperang. Anaknya meminta restu
dan sang ibu pun memberikan semangat dan berpesan utnuk tidak melupakan orang
tua dan negaranya. Kisah inilah yang diabadikan oleh kedua seniman patung asal
Rusia itu menjadi sebuah patung.
Pengerjaan patung perunggu ini dikerjakan di Rusia, dan
dibawa ke Indonesia dengan menggunakan kapal laut. Diresmikan pada tahun 1963
oleh Presidenn Sukarno. Pada monumen ini diletakkan sebuah prasasti yang
bertuliskan “Bangsa Yang Menghargai Pahlawannya Adalah Bangsa Yang Besar.”
4. Patung Pemuda Membangun
Monumen ini dibuat oleh team patung yang tergabung dalam
Biro “ISA” (Insinyur Seniman Arsitektur) di bawah pimpinan Imam Supardi.
Penanggung jawab pelaksanaan ialah Munir Pamuncak. Berbeda dengan patung yang
dibangun pada saat era Sukarno yang menggunakan perunggu, patung ini dibuat
dari beton bertulang dengan adukan semen dan bagian luarnya dilapisi dengan
bahan teraso. Pekerjaan dimulai bulan Juli 1971 dan diresmikan bulan Maret
1972.
Rencana semula peresmiannya akan dilakukan pada acara
Peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 1971, akan tetapi pada saat itu patung
belum siap sehingga tertunda beberapa bulan. Patung ini menggambarkan seorang
pemuda dengan semangat menyala-nyala membawa obor. Dari jauh patung ini
terlihat bagai tanpa busana, guratan-guratan urat dan gumpalan otot ditonjolkan
untuk mendukung ekspresi gerak dari tokoh pemuda. Sedangkan makna obor ialah
sebagai penerang dan secara filosofis untuk menerangi hati yang gelap.
Tujuan yang ingin dicapai dengan manifestasi patung ini
ialah untuk mendorong semangat membangun yang pada hakekatnya harus dilakukan
oleh para pemuda atau orang-orang yang berjiwa muda.
5. Patung Arjuna Wijaya/Patung Asta Brata
Lokasi: Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat
Patung yang dibuat pada tahun 1987 ini menggambarkan sosok
Arjuna dalam kisah perang Baratayudha. Adegan ini diambil pada saat Kresna
(yang mengendalikan kereta kuda) dan Arjuna sedang melawan Adipati Karna.
Delapan kuda yang menarik kereta melambangkan delapan falsafah hidup (Asta
Brata) yang menjadi panutan Suharto pada masa itu. Asta Brata itu meliputi
falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra,
angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu nempel prasasti yang bertuliskan
‘Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal
akhir.’
Pada waktu pembuatannya, karena keterbatasan dana, akhirnya
patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh
jika terkena sinar ultraviolet. Terbukti patung ini tidak bertahan lama, sampai
pada akhirnya tahun 2003 direnovasi dengan biaya Rp. 4 Milyar. Material patung
diganti dengan bahan tembaga.
6. Patung Pembebasan Irian Barat
Disebut juga Monumen Pembebasan Irian Barat. Merupakan
monumen tanpa penokohan berbentuk patung yang terletak di tengah-tengah
Lapangan Banteng. Monumen ini dibuat pada waktu perjuangan bangsa Indonesia
untuk membebaskan wilayah Irian Barat mencapai puncaknya pada tahun 1962. Ide
awal berasal dari Soekarno, kemudian “diterjemahkan” oleh Henk Ngantung dalam
bentuk sketsa. Ide tersebut tercetus dari pidato Soekarno di Yogyakarta. Patung
ini menggambarkan seorang yang telah berhasil membebaskan belenggu dari
penjajahan Belanda. Patung ini dibuat dari bahan perunggu dan dilaksanakan oleh
Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta dibawah pimpinan Edhi Sunarso. Lama
pembuatan patung ini adalah 1 tahun dan diresmikan tanggal 17 Agustus 1963 oleh
Soekarno.
Ada cerita yang melekat pada pembuatan patung ini. Suatu
hari Sukarno bertemu dengan Mayor Dimara, seorang tokoh dari Irian (sekarang
Papua). Ia bertanya kepada Dimara soal rasa kebangsaannya. “Dari mana anak tahu
bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke?” Tanpa pikir panjang, ia menjawab,
“Bapak, saya cuma pikir, orang di Irian makan pinang, di Ambon makan pinang, di
Jawa juga makan pinang. Jadi sebenarnya sama saja, kita sama-sama orang
Indonesia!” Jawaban sederhana itu membuat Soekarno tertegun dan mengangguk
setuju.
Soekarno sempat membuat Dimara kaget saat keduanya
bercakap-cakap di Istana Merdeka, 18 Agustus 1962, “Saya akan buat monumen!
Agar seluruh rakyat Indonesia tahu, pembebasan Irian Barat itu sudah berhasil.”
Kelak, monumen yang dimaksud berdiri dengan gagah di Lapangan Banteng, Jakarta
Pusat. Patung pemuda setinggi 11 meter dengan rambut keriting yang seolah
berkibar ditiup angin itu mencitrakan sosok Dimara. Wajahnya sangat ekspresif,
seperti sedang berteriak. Rantai di kedua tangannya yang terangkat, terlihat
putus terurai, seolah baru saja disentak sekuat tenaga.
Awalnya tidak disebutkan secara resmi, dari mana inspirasi
monumen yang bentuknya diterjemahkan pelukis Henk Ngantung (dalam sktesa) dari
pikiran Soekarno itu. Padahal, saat meresmikan monumen di hadapan sejumlah
kepala suku Papua, Soekarno pernah mengatakan, “Itu yang di atas, patung Mayor
J. A. Dimara!”
7. Patung Jenderal Sudirman
Rencana pembangunan patung Sudirman dan sejumlah patung yang
akan menghiasi jalan protokol sesuai nama jalan mencuat pada September 2001.
Rencana itu merupakan realisasi sayembara patung pahlawan yang dilakukan tahun
1999. Lokasi patung merupakan satu garis lurus yang berujung dari Patung Pemuda
Membangun di Kebayoran sampai Tugu Monumen Nasional.
Biaya pembangunan patung yang menelan dana 6,6 miliar Rupiah
berasal dari pengusaha, bukan dari APBD DKI Jakarta. Sebagai kompensasinya
pengusaha mendapat dua titik reklame di lokasi strategis, Dukuh Atas. Sementara
yang menentukan penyandang dana diserahkan kepada keluarga Sudirman.
Menurut rencana Patung Jenderal Sudirman sedianya akan
diresmikan 22 Juni 2003 bertepatan HUT ke-476 Jakarta, namun tidak terealisasi.
Peresmian akhirnya dilaksanakan tanggal 16 Agustus 2003. Peresmian sempat
diwarnai unjuk rasa sekelompok pemuda. Panglima Besar Kemerdekaan RI yang
seharusnya menjadi simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia kini telah pudar
makna kepahlawanannya. Karena Jenderal Sudirman digambarkan sedang dalam posisi
menghormat. Posisi patung dianggap tidak pada tempatnya karena sebagai Panglima
Besar, Sudirman tidak selayaknya menghormat kepada sembarang warga yang
melintasi jalan, yang justru seharusnya menghormati. Hal ini pula yang sempat
diangkat dalam film Nagabonar 2. Meski demikian Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso
didampingi Kepala Dinas Pertamanan DKI Jakarta Maurits Napitupulu dan salah
satu keluarga besar Jenderal Sudirman, Hanung Faini, tetap meresmikan
berdirinya Patung Jenderal Sudirman itu.
Jenderal Sudirman adalah pemimpin pasukan gerilya pada masa
perang kemerdekaan (1945-1949). Ia menyandang anugerah Panglima Besar. Jasa dan
pengabdiannya kepada bangsa dan negera layak dikenang dan diabadikan.
8. Patung Pangeran Diponegoro
Patung ini sukses menggantikan patung tokoh wanita yang
sebelumnya berada di tempat ini. Patung yang berdiri di hamparan bunga-bunga
rambat yang didominasi warna hijau dan jingga dibagian pinggir. Dari kejauhan
tampak jelas patung yang menggambarkan Pangeran Diponegoro sedang menunggangi
seekor kuda. Terletak dipertemuan Jalan Diponegoro dengan Jalan Imam Bonjol.
Diapit dua objek yaitu Gedung Bappenas dan Taman Suropati. Diresmikan oleh
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tanggal 6 Desember 2005.
Dari kejauhan tampak jelas patung yang menggambarkan
Pangeran Diponegoro sedang menunggangi seekor kuda yang sedang mengangkat kedua
kakinya sembari Diponegoro menghempaskan tombak yang terlihat seakan sedang
melawan musuh dari atas kuda. Patung Diponegoro menempati lahan seluas 3000 m2,
lengkap dengan air mancur di bawah patung seluas 110 m2. Patung Diponegoro
merupakan hibah dari Ciputra, arsitek sekaligus pengusaha real estate pemilik
Grup Ciputra. Menurut Ciputra, proses pembuatan sampai penempatan patung yang
terbuat dari perunggu itu membutuhkan waktu hampir setahun.
9. Monumen Proklamator Soekarno-Hatta
Monumen ini dibangun sebagai peringatan kepada dua
proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan M. Hatta. Pembuatannya
dilaksanakan pada bulan November 1979-1980 oleh beberapa pematung diantaranya:
Ir. Budiono Soeratno, I Sardono Sugiyo, Y. Sumartono, Drs. Nyoman, dan G.
Sidarta Sugiyo. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1980 diresmikan oleh Presiden
Republik Indonesia Soeharto.
Secara fisik monumen Soekarno-Hatta terdiri dan Patung
Soekarno yang dibuat dan bahan perunggu dengan tinggi 4,60 m; Patung Bung Hatta
dibuat dari bahan perunggu dengan ketinggian 4,30 m; Naskah Proklamasi terbuat
dan bahan perunggu; Elemen Latar Belakang berupa relung-relung segitiga yang
berjumlah 17 buah dan terbuat dan bahan marmer Tulungagung.
Tempat berdirinya monumen ini dulunya adalah lokasi rumah
Soekarno yang dipakai sebagai tempat pembacaan proklamasi. Namun oleh
pemerintahan Suharto, rumah tersebut dirubuhkan dan diganti dengan taman yang
menyatu dengan Gedung Pola.
11. Monumen
Perjuangan Jatinegara
Monumen ini dibangun untuk mengenang peristiwa-peristiwa perjuangan
rakyat di Jakarta Timur pada umumnya dan Jatinegara pada khususnya. Berbagai
peristiwa yang pernah terjadi merupakan rangkaian perjuangan di daerah-daerah,
seperti Pasar Jangkrik (Pasar Macan), Paseban, Kampung Melayu, Pulomas, dsb.
Ide pembuatan patung diprakarsai oleh Gubernur KDKI Jakarta saat itu Ali
Sadikin.
Monumen dibangun di ujung Jl. Matraman pada pertemuan Jl.
Jatinegara Barat dan Urip Sumoharjo dekat Gereja Eukomunia. Sedianya monumen
ini akan dibangun di sekitar lokasi Viadek (viaduct) Jatinegara tetapi karena
lokasi tidak memungkinkan, dialihkan di Jl. Matraman Raya.
Monumen ini dibangun dengan gaya realis berbentuk sosok
manusia yang berdiri tegak di atas landasan yang tingginya 3 meter. Patung yang
menggambarkan seorang pemuda berukuran 2,5 m berdiri tegak dengan tangan
sedekap (tangan di dada) sambil memeluk senapan, dipunggungnya tergantung
sebuah ransel, berikat pinggang dengan dilengkapi peralatan perang seperti
pistol, granat golok, dompet dan sebuah tempat minum. Di samping berdiri
seorang anak laki-laki setinggi 1 m
bercelana pendek tanpa baju dengan kaki telanjang, di leher bergantung
sebuah ketapel. Di bawah patung terdapat tulisan patung perjuangan Jatinegara,
diresmikan tanggal 7 Juni 1982 oleh Gubernur KDKI Jakarta, Tjokropranolo.
Pembuatan patung ini memakan waktu 2,5 tahun, bahan pembuatan patung ini adalah
beton cor dan gips, pengecoran dilakukan di Yogyakarta. Sebagai pematungnya
adalah Haryadi.