tag:blogger.com,1999:blog-70361141750763295722024-03-05T07:15:07.804-08:00JAKARTA SEMUAAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-7036114175076329572.post-5583651702716948792012-12-02T20:09:00.000-08:002012-12-02T20:18:21.886-08:00Patung dan Ikon di Jakarta<br />
<div class="MsoNormal">
1. Patung Selamat Datang</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Bundaran Hotel Indonesia<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgupEcv7xWV4L-sDMrF2mt87z7PFdb9BQD8wrzQ8x3ZXmYzn0-7auXNNC2-7mBgdQt5cx5b8CJ1cwWYDUvDkQRS1EyrQjQ0REkqoHeJhTEiFqkf76JTpPtNzMliSc3VSIeIHJ-W16NtSJY/s1600/selamatdtng.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgupEcv7xWV4L-sDMrF2mt87z7PFdb9BQD8wrzQ8x3ZXmYzn0-7auXNNC2-7mBgdQt5cx5b8CJ1cwWYDUvDkQRS1EyrQjQ0REkqoHeJhTEiFqkf76JTpPtNzMliSc3VSIeIHJ-W16NtSJY/s200/selamatdtng.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
Patung (tugu) Selamat Datang dibangun untuk menyambut para
peserta SEA Games IV yang diadakan di Jakarta pada tahun 1962. Patung ini
dibangun persis di atas air mancur di depan Hotel Indonesia. Sketsa awalnya
dibuat oleh Henk Ngantung mantan Gubernur Jakarta yang juga seorang seniman
lukis. Pengerjaannya dilakukan oleh Edhi Sunarso seorang seniman patung dari
Yogyakarta.</div>
<div class="MsoNormal">
Patung berbahan perunggu ini dibuat menghadap utara kota
Jakarta yang memang pada saat itu menjadi pusat bisnis, perdangangan dan jalur
masuk pendatang dari pelabuhan. Air mancur yang mengelilingi patung ini
sebenarnya memiliki lima formasi yang melambangkan ideologi Republik Indonesia
yakni Pancasila. Diyakini pula mempunyai makna untuk memberikan salam kepada
warga kota sesuai dengan waktu, yaitu Selamat Pagi, Selamat Siang, Selamat
Petang, Selamat Malam, dan Selamat Hari Minggu. Ini menandakan bahwa Jakarta
sebagai metropolitan adalah kota yang tidak pernah tertidur. Namun belakangan
air mancur ini jarang dinyalakan sehubungan dengan niat pemerintah untuk
menghemat listrik.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
2. Patung Dirgantara (Patung Pancoran)</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Pancoran, Jakarta Selatan<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmkYPUB4Zj9EBWdQx3x9lMs8qXTxh0ey88aizIvH5jF8Pc-pCnNx3po6ClSaAK2wWdPPyDqXfAr2KJLuBNRtTUABUekXgTwKzDgleN_oAahsCFYT-S7FocAE7yS9oYnP-WasfOxFBiSlU/s1600/dirgantara.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmkYPUB4Zj9EBWdQx3x9lMs8qXTxh0ey88aizIvH5jF8Pc-pCnNx3po6ClSaAK2wWdPPyDqXfAr2KJLuBNRtTUABUekXgTwKzDgleN_oAahsCFYT-S7FocAE7yS9oYnP-WasfOxFBiSlU/s200/dirgantara.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
Patung ini mempunyai beberapa nama samaran seperti Patung
Pancoran (karena letaknya di Pancoran), patung Superman, Patung ‘Hey Kamu’.
Padahal sesuai namanya, Patung DIrgantara, patung ini sebenarnya adalah untuk
menggambarkan keperkasaan kekuatan digantara negara kita. Seperti kebanyakan
patung di Jakarta, Patung Dirgantara juga dikerjakan oleh seniman Edhi SUnarso.</div>
<div class="MsoNormal">
Tangan patung ini sebenarnya menunjuk ke arah utara tempat
Bandar Udara Internasional Kemayoran, yang merupakan bandara internasional
pertama yang dimiliki Jakarta. Selain itu lokasinya memang dekat dengan Markas
Besar Angkatan Udara yang berada di selatannya. Sebelah tenggaranya terdapat di
Bandar Udara Domestik Halim Perdana Kusuma. Dari cerita yang beredar Bung Karno
harus merelakan menjual mobilnya untuk membiayai pembangunan patung ini.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
3. Patung Pahlawan (Tugu Tani)</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Jl. Prapatan, Jakarta Pusat<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvXZGGs1XR29IWt8oCjjOcX-U8VIfmzDhQJRU8WJf1gAl5yM-HF6ipNnbs6s1e-UkzekhneOhAJRy0MONmiCbSilOMrVPol5Rxpu8zyIcBLCr7bcvOqcuRFLPhboxv-iFP3a5eNMiWUxI/s1600/899_Patung_Pahlawan_(Tugu_Tani).webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvXZGGs1XR29IWt8oCjjOcX-U8VIfmzDhQJRU8WJf1gAl5yM-HF6ipNnbs6s1e-UkzekhneOhAJRy0MONmiCbSilOMrVPol5Rxpu8zyIcBLCr7bcvOqcuRFLPhboxv-iFP3a5eNMiWUxI/s200/899_Patung_Pahlawan_(Tugu_Tani).webp" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
Populer dengan panggilan Tugu Tani, Patung Tani, Patung Pak
Tani. Nama asli patung ini adalah Patung Pahlawan. Karena patung ini memakai
caping, maka disebutlah dengan Patung (tugu) Tani.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Cerita pembangunan patung ini berawal dari kunjungan
Presiden Sukarno ke Moskow. Disana ia terkesan dengan patung-patung yang ada
disana. Nikita Kruschev, pemimpin Uni Sovyet saat itu lalu mengenalkan Sukarno
dengan seorang seniman patung Matvei Manizer dan anaknya Otto Manizer. Mereka
diundang ke Indonesia dan diminta untuk membuat patung yang melambangkan
semangat perjuangan Indonesia.</div>
<div class="MsoNormal">
Bapak dan anak itupun lalu berkesempatan untuk berkeliling
dan menemukan sebuah legenda di daearah Jawa Barat yang berkisah tentang
seorang ibu yang mengiringi anaknya untuk maju berperang. Anaknya meminta restu
dan sang ibu pun memberikan semangat dan berpesan utnuk tidak melupakan orang
tua dan negaranya. Kisah inilah yang diabadikan oleh kedua seniman patung asal
Rusia itu menjadi sebuah patung.</div>
<div class="MsoNormal">
Pengerjaan patung perunggu ini dikerjakan di Rusia, dan
dibawa ke Indonesia dengan menggunakan kapal laut. Diresmikan pada tahun 1963
oleh Presidenn Sukarno. Pada monumen ini diletakkan sebuah prasasti yang
bertuliskan “Bangsa Yang Menghargai Pahlawannya Adalah Bangsa Yang Besar.”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
4. Patung Pemuda Membangun</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Bundaran Senayan<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieU1hLbzF_4dWC6TiexbBrwrRiZbYHnKHKDMVyRFx9z-mEYi9HfE_FWR6Nmo5Hong5x2ov9TavnJLbUaKpB-zUi-7ny-1ESt874tPG_Mm1Y5MWygtlC4P3zymUzScv_vVfMAPpOToA2vI/s1600/pemudamembangun.webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieU1hLbzF_4dWC6TiexbBrwrRiZbYHnKHKDMVyRFx9z-mEYi9HfE_FWR6Nmo5Hong5x2ov9TavnJLbUaKpB-zUi-7ny-1ESt874tPG_Mm1Y5MWygtlC4P3zymUzScv_vVfMAPpOToA2vI/s200/pemudamembangun.webp" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMItbKqj4bEMN4eQGsh6WN8ACQtQ5lt0YiUMuy4VVP80MEpI9KPqqdhFXWMwCgCmKEY_iQUyXXeQuxeAwsrhWRLssmhNpuGIjUp33GeDlkpq6yt_lvTXIlVA6Nysiy6BPzud9Lf7yM_iY/s1600/pmudammbngun.webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMItbKqj4bEMN4eQGsh6WN8ACQtQ5lt0YiUMuy4VVP80MEpI9KPqqdhFXWMwCgCmKEY_iQUyXXeQuxeAwsrhWRLssmhNpuGIjUp33GeDlkpq6yt_lvTXIlVA6Nysiy6BPzud9Lf7yM_iY/s200/pmudammbngun.webp" width="200" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Monumen ini dibuat oleh team patung yang tergabung dalam
Biro “ISA” (Insinyur Seniman Arsitektur) di bawah pimpinan Imam Supardi.
Penanggung jawab pelaksanaan ialah Munir Pamuncak. Berbeda dengan patung yang
dibangun pada saat era Sukarno yang menggunakan perunggu, patung ini dibuat
dari beton bertulang dengan adukan semen dan bagian luarnya dilapisi dengan
bahan teraso. Pekerjaan dimulai bulan Juli 1971 dan diresmikan bulan Maret
1972.</div>
<div class="MsoNormal">
Rencana semula peresmiannya akan dilakukan pada acara
Peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 1971, akan tetapi pada saat itu patung
belum siap sehingga tertunda beberapa bulan. Patung ini menggambarkan seorang
pemuda dengan semangat menyala-nyala membawa obor. Dari jauh patung ini
terlihat bagai tanpa busana, guratan-guratan urat dan gumpalan otot ditonjolkan
untuk mendukung ekspresi gerak dari tokoh pemuda. Sedangkan makna obor ialah
sebagai penerang dan secara filosofis untuk menerangi hati yang gelap.</div>
<div class="MsoNormal">
Tujuan yang ingin dicapai dengan manifestasi patung ini
ialah untuk mendorong semangat membangun yang pada hakekatnya harus dilakukan
oleh para pemuda atau orang-orang yang berjiwa muda.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
5. Patung Arjuna Wijaya/Patung Asta Brata</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat</div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcY6NHrulWHGRIC5VjGDr3NCBPK24pkgnpJI_95LzYQgiOkWZOrO205QolYpEPpVLvghDo_XyKim6DcidjXqDfu4SzBNRWh4LNvBcI3ep6_Xf12JSzrljtqRlf3ta67oZJftscVtsBUu8/s1600/arjuna+wiwaha.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcY6NHrulWHGRIC5VjGDr3NCBPK24pkgnpJI_95LzYQgiOkWZOrO205QolYpEPpVLvghDo_XyKim6DcidjXqDfu4SzBNRWh4LNvBcI3ep6_Xf12JSzrljtqRlf3ta67oZJftscVtsBUu8/s200/arjuna+wiwaha.jpg" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMH7nIfhwKGws6M8LmC4hS5UalWd2TvdI4wVwhYHTkj9plorhtXvHKS2NqzNwFTax-DIbswpNJUEa-GJ-No4yUh7cGAprq4HMzaJsg7D2vHE8FmjZCQ7VDsGppneVExryqWRDLd6iXa1E/s1600/arjuna_wijaya.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="111" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMH7nIfhwKGws6M8LmC4hS5UalWd2TvdI4wVwhYHTkj9plorhtXvHKS2NqzNwFTax-DIbswpNJUEa-GJ-No4yUh7cGAprq4HMzaJsg7D2vHE8FmjZCQ7VDsGppneVExryqWRDLd6iXa1E/s320/arjuna_wijaya.JPG" width="320" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Patung yang dibuat pada tahun 1987 ini menggambarkan sosok
Arjuna dalam kisah perang Baratayudha. Adegan ini diambil pada saat Kresna
(yang mengendalikan kereta kuda) dan Arjuna sedang melawan Adipati Karna.
Delapan kuda yang menarik kereta melambangkan delapan falsafah hidup (Asta
Brata) yang menjadi panutan Suharto pada masa itu. Asta Brata itu meliputi
falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra,
angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu nempel prasasti yang bertuliskan
‘Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal
akhir.’</div>
<div class="MsoNormal">
Pada waktu pembuatannya, karena keterbatasan dana, akhirnya
patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh
jika terkena sinar ultraviolet. Terbukti patung ini tidak bertahan lama, sampai
pada akhirnya tahun 2003 direnovasi dengan biaya Rp. 4 Milyar. Material patung
diganti dengan bahan tembaga.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
6. Patung Pembebasan Irian Barat</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Lapangan Banteng, Jakarta Pusat<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiRnU9Dmg7YzpneBS74mUBo2wWcY4ipF2nQDzbA5McGhCIvmthSTpn9vX6j5uMiXzBuSpxSZX4iw3OtlZSmCTa7prB7s22PI5hJbvg1fcZxIAo9m5SWYDjcjrDipzX8BxwkhxPzGX21go/s1600/IrianBarat3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiRnU9Dmg7YzpneBS74mUBo2wWcY4ipF2nQDzbA5McGhCIvmthSTpn9vX6j5uMiXzBuSpxSZX4iw3OtlZSmCTa7prB7s22PI5hJbvg1fcZxIAo9m5SWYDjcjrDipzX8BxwkhxPzGX21go/s200/IrianBarat3.jpg" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiUsGDob3cpDm6mMb976iRDT_SxNpIhZI1g5VMGtCwDILyhFpZQm7DUNc_E9rPNYtLDKpJGEL-Isr5Uc-PITnJA-uCYvuuCIDRAEPpVjHQe7S3FCOedl_qDKTWANGPYQTtRBXAfHyJDl8/s1600/pembebasan+irba.webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiUsGDob3cpDm6mMb976iRDT_SxNpIhZI1g5VMGtCwDILyhFpZQm7DUNc_E9rPNYtLDKpJGEL-Isr5Uc-PITnJA-uCYvuuCIDRAEPpVjHQe7S3FCOedl_qDKTWANGPYQTtRBXAfHyJDl8/s200/pembebasan+irba.webp" width="200" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Disebut juga Monumen Pembebasan Irian Barat. Merupakan
monumen tanpa penokohan berbentuk patung yang terletak di tengah-tengah
Lapangan Banteng. Monumen ini dibuat pada waktu perjuangan bangsa Indonesia
untuk membebaskan wilayah Irian Barat mencapai puncaknya pada tahun 1962. Ide
awal berasal dari Soekarno, kemudian “diterjemahkan” oleh Henk Ngantung dalam
bentuk sketsa. Ide tersebut tercetus dari pidato Soekarno di Yogyakarta. Patung
ini menggambarkan seorang yang telah berhasil membebaskan belenggu dari
penjajahan Belanda. Patung ini dibuat dari bahan perunggu dan dilaksanakan oleh
Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta dibawah pimpinan Edhi Sunarso. Lama
pembuatan patung ini adalah 1 tahun dan diresmikan tanggal 17 Agustus 1963 oleh
Soekarno.</div>
<div class="MsoNormal">
Ada cerita yang melekat pada pembuatan patung ini. Suatu
hari Sukarno bertemu dengan Mayor Dimara, seorang tokoh dari Irian (sekarang
Papua). Ia bertanya kepada Dimara soal rasa kebangsaannya. “Dari mana anak tahu
bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke?” Tanpa pikir panjang, ia menjawab,
“Bapak, saya cuma pikir, orang di Irian makan pinang, di Ambon makan pinang, di
Jawa juga makan pinang. Jadi sebenarnya sama saja, kita sama-sama orang
Indonesia!” Jawaban sederhana itu membuat Soekarno tertegun dan mengangguk
setuju.</div>
<div class="MsoNormal">
Soekarno sempat membuat Dimara kaget saat keduanya
bercakap-cakap di Istana Merdeka, 18 Agustus 1962, “Saya akan buat monumen!
Agar seluruh rakyat Indonesia tahu, pembebasan Irian Barat itu sudah berhasil.”
Kelak, monumen yang dimaksud berdiri dengan gagah di Lapangan Banteng, Jakarta
Pusat. Patung pemuda setinggi 11 meter dengan rambut keriting yang seolah
berkibar ditiup angin itu mencitrakan sosok Dimara. Wajahnya sangat ekspresif,
seperti sedang berteriak. Rantai di kedua tangannya yang terangkat, terlihat
putus terurai, seolah baru saja disentak sekuat tenaga.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Awalnya tidak disebutkan secara resmi, dari mana inspirasi
monumen yang bentuknya diterjemahkan pelukis Henk Ngantung (dalam sktesa) dari
pikiran Soekarno itu. Padahal, saat meresmikan monumen di hadapan sejumlah
kepala suku Papua, Soekarno pernah mengatakan, “Itu yang di atas, patung Mayor
J. A. Dimara!”</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
7. Patung Jenderal Sudirman</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Jl. Jenderal sudirman, Jakarta Selatan<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeqxhJUXpMyEFH1CzOdjZdssV5vSag8NoscnfxItv_a4RGExXBYDSsWVrVkkljdyMUI3P3fqjwkorzqc1yrhSqX3wWu_sn-I1RbgqEaUDwzkPJtXLE_gYwf8jTBomxUzjSHW2qUwKEA4s/s1600/jendsud.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeqxhJUXpMyEFH1CzOdjZdssV5vSag8NoscnfxItv_a4RGExXBYDSsWVrVkkljdyMUI3P3fqjwkorzqc1yrhSqX3wWu_sn-I1RbgqEaUDwzkPJtXLE_gYwf8jTBomxUzjSHW2qUwKEA4s/s200/jendsud.jpg" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLWGqHMZ0xp4hBnjqajKHQTcJz6pDeqQNBvEq_8ebz3SuW0Zn2kZt7zPYcs3S83WIydvejzTt3huoiWtsiaiJ3WqPO-Z6INCm2IIBDVRxLXhXH684i6SnB_D57yXeeNUXu-Re1JTYzQQA/s1600/Patung-Sudirman-Foto-Koleksi-Pribadi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLWGqHMZ0xp4hBnjqajKHQTcJz6pDeqQNBvEq_8ebz3SuW0Zn2kZt7zPYcs3S83WIydvejzTt3huoiWtsiaiJ3WqPO-Z6INCm2IIBDVRxLXhXH684i6SnB_D57yXeeNUXu-Re1JTYzQQA/s200/Patung-Sudirman-Foto-Koleksi-Pribadi.jpg" width="200" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Rencana pembangunan patung Sudirman dan sejumlah patung yang
akan menghiasi jalan protokol sesuai nama jalan mencuat pada September 2001.
Rencana itu merupakan realisasi sayembara patung pahlawan yang dilakukan tahun
1999. Lokasi patung merupakan satu garis lurus yang berujung dari Patung Pemuda
Membangun di Kebayoran sampai Tugu Monumen Nasional.</div>
<div class="MsoNormal">
Biaya pembangunan patung yang menelan dana 6,6 miliar Rupiah
berasal dari pengusaha, bukan dari APBD DKI Jakarta. Sebagai kompensasinya
pengusaha mendapat dua titik reklame di lokasi strategis, Dukuh Atas. Sementara
yang menentukan penyandang dana diserahkan kepada keluarga Sudirman.</div>
<div class="MsoNormal">
Menurut rencana Patung Jenderal Sudirman sedianya akan
diresmikan 22 Juni 2003 bertepatan HUT ke-476 Jakarta, namun tidak terealisasi.
Peresmian akhirnya dilaksanakan tanggal 16 Agustus 2003. Peresmian sempat
diwarnai unjuk rasa sekelompok pemuda. Panglima Besar Kemerdekaan RI yang
seharusnya menjadi simbol semangat perjuangan bangsa Indonesia kini telah pudar
makna kepahlawanannya. Karena Jenderal Sudirman digambarkan sedang dalam posisi
menghormat. Posisi patung dianggap tidak pada tempatnya karena sebagai Panglima
Besar, Sudirman tidak selayaknya menghormat kepada sembarang warga yang
melintasi jalan, yang justru seharusnya menghormati. Hal ini pula yang sempat
diangkat dalam film Nagabonar 2. Meski demikian Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso
didampingi Kepala Dinas Pertamanan DKI Jakarta Maurits Napitupulu dan salah
satu keluarga besar Jenderal Sudirman, Hanung Faini, tetap meresmikan
berdirinya Patung Jenderal Sudirman itu.</div>
<div class="MsoNormal">
Jenderal Sudirman adalah pemimpin pasukan gerilya pada masa
perang kemerdekaan (1945-1949). Ia menyandang anugerah Panglima Besar. Jasa dan
pengabdiannya kepada bangsa dan negera layak dikenang dan diabadikan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
8. Patung Pangeran Diponegoro</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Jl. Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6qdcONA2f8ad16JANnDaTCasVAU4SSRBj8bzKb5Si_-9nNnnoyFtFcbc50zXApYqYCrEB31Fh7a4AM_QrEyFnMwOHWWx-0Hh7yHE4Eir-xdKX6cqON0uXEFGCb0hp2G4g2QjfBDWlW00/s1600/diponegoro.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6qdcONA2f8ad16JANnDaTCasVAU4SSRBj8bzKb5Si_-9nNnnoyFtFcbc50zXApYqYCrEB31Fh7a4AM_QrEyFnMwOHWWx-0Hh7yHE4Eir-xdKX6cqON0uXEFGCb0hp2G4g2QjfBDWlW00/s200/diponegoro.jpg" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj04Cfb91A9X1dOE3wHTR95wza6YWRFgQjcjHxQ4arlvlwmozrl9FRLehMQAWGtKOL_DnSD4VWrQ9idMDcNEOD8B7rvE9LqSsKzQpnFy_LxgW_PAV7aHz7AHoVzf-M9JCDBrNoScj1T4rc/s1600/patung_pangeran_diponegoro01.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj04Cfb91A9X1dOE3wHTR95wza6YWRFgQjcjHxQ4arlvlwmozrl9FRLehMQAWGtKOL_DnSD4VWrQ9idMDcNEOD8B7rvE9LqSsKzQpnFy_LxgW_PAV7aHz7AHoVzf-M9JCDBrNoScj1T4rc/s200/patung_pangeran_diponegoro01.jpg" width="200" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Patung ini sukses menggantikan patung tokoh wanita yang
sebelumnya berada di tempat ini. Patung yang berdiri di hamparan bunga-bunga
rambat yang didominasi warna hijau dan jingga dibagian pinggir. Dari kejauhan
tampak jelas patung yang menggambarkan Pangeran Diponegoro sedang menunggangi
seekor kuda. Terletak dipertemuan Jalan Diponegoro dengan Jalan Imam Bonjol.
Diapit dua objek yaitu Gedung Bappenas dan Taman Suropati. Diresmikan oleh
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso tanggal 6 Desember 2005.</div>
<div class="MsoNormal">
Dari kejauhan tampak jelas patung yang menggambarkan
Pangeran Diponegoro sedang menunggangi seekor kuda yang sedang mengangkat kedua
kakinya sembari Diponegoro menghempaskan tombak yang terlihat seakan sedang
melawan musuh dari atas kuda. Patung Diponegoro menempati lahan seluas 3000 m2,
lengkap dengan air mancur di bawah patung seluas 110 m2. Patung Diponegoro
merupakan hibah dari Ciputra, arsitek sekaligus pengusaha real estate pemilik
Grup Ciputra. Menurut Ciputra, proses pembuatan sampai penempatan patung yang
terbuat dari perunggu itu membutuhkan waktu hampir setahun.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
9. Monumen Proklamator Soekarno-Hatta</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Taman Proklamasi, Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7WIS8jmd3-vIuZnDTZywDiidhQjzFMxdsKkhvt4pTueT7qMNPrkmNL6EIgUqk8F7t2aOepjwbqMe69MWKtoG_14tCDQAFsmJSvIrvxZxGJK1iy5viGUAZ8TaTCY_6DMJjuIV7re84Krw/s1600/monumen-soekarno-hatta-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7WIS8jmd3-vIuZnDTZywDiidhQjzFMxdsKkhvt4pTueT7qMNPrkmNL6EIgUqk8F7t2aOepjwbqMe69MWKtoG_14tCDQAFsmJSvIrvxZxGJK1iy5viGUAZ8TaTCY_6DMJjuIV7re84Krw/s200/monumen-soekarno-hatta-2.jpg" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
Monumen ini dibangun sebagai peringatan kepada dua
proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan M. Hatta. Pembuatannya
dilaksanakan pada bulan November 1979-1980 oleh beberapa pematung diantaranya:
Ir. Budiono Soeratno, I Sardono Sugiyo, Y. Sumartono, Drs. Nyoman, dan G.
Sidarta Sugiyo. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1980 diresmikan oleh Presiden
Republik Indonesia Soeharto.</div>
<div class="MsoNormal">
Secara fisik monumen Soekarno-Hatta terdiri dan Patung
Soekarno yang dibuat dan bahan perunggu dengan tinggi 4,60 m; Patung Bung Hatta
dibuat dari bahan perunggu dengan ketinggian 4,30 m; Naskah Proklamasi terbuat
dan bahan perunggu; Elemen Latar Belakang berupa relung-relung segitiga yang
berjumlah 17 buah dan terbuat dan bahan marmer Tulungagung.</div>
<div class="MsoNormal">
Tempat berdirinya monumen ini dulunya adalah lokasi rumah
Soekarno yang dipakai sebagai tempat pembacaan proklamasi. Namun oleh
pemerintahan Suharto, rumah tersebut dirubuhkan dan diganti dengan taman yang
menyatu dengan Gedung Pola.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
11.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Monumen
Perjuangan Jatinegara</div>
<div class="MsoNormal">
Lokasi: Depan Pasar Jatinegara, Jakarta Timur<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRTFOEp5CJ9zTnasyKT4rvlXlcNxpTk5cD4TmFmXrJPPeCY853Ol5_IAAnBrtLb3wT2AfQctrXqFVYwYVJ-dJr6dVRQdjyuluPZxBUIZ3qzfujdn2w1yHaWgV6SGMDc0n71N5OX3T9RjQ/s1600/jatinegara.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRTFOEp5CJ9zTnasyKT4rvlXlcNxpTk5cD4TmFmXrJPPeCY853Ol5_IAAnBrtLb3wT2AfQctrXqFVYwYVJ-dJr6dVRQdjyuluPZxBUIZ3qzfujdn2w1yHaWgV6SGMDc0n71N5OX3T9RjQ/s200/jatinegara.jpg" width="200" /></a>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBAPjdFMJt5TdyKRk0UVAWQelCye6rXqCq0O2arAbpu-h9DDS4zLWWPyp8l6uhEl36ZTi0TLXJDmydVlG17OD1eGzSmfFBkjT8LUF5auANnNVBQcGJnQQKp0Hd9Piza1SVXS3RvNG5Gs8/s1600/jtingara.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBAPjdFMJt5TdyKRk0UVAWQelCye6rXqCq0O2arAbpu-h9DDS4zLWWPyp8l6uhEl36ZTi0TLXJDmydVlG17OD1eGzSmfFBkjT8LUF5auANnNVBQcGJnQQKp0Hd9Piza1SVXS3RvNG5Gs8/s200/jtingara.jpg" width="200" /></a>
</div>
<div class="MsoNormal">
Monumen ini dibangun untuk mengenang peristiwa-peristiwa perjuangan
rakyat di Jakarta Timur pada umumnya dan Jatinegara pada khususnya. Berbagai
peristiwa yang pernah terjadi merupakan rangkaian perjuangan di daerah-daerah,
seperti Pasar Jangkrik (Pasar Macan), Paseban, Kampung Melayu, Pulomas, dsb.
Ide pembuatan patung diprakarsai oleh Gubernur KDKI Jakarta saat itu Ali
Sadikin.</div>
<div class="MsoNormal">
Monumen dibangun di ujung Jl. Matraman pada pertemuan Jl.
Jatinegara Barat dan Urip Sumoharjo dekat Gereja Eukomunia. Sedianya monumen
ini akan dibangun di sekitar lokasi Viadek (viaduct) Jatinegara tetapi karena
lokasi tidak memungkinkan, dialihkan di Jl. Matraman Raya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Monumen ini dibangun dengan gaya realis berbentuk sosok
manusia yang berdiri tegak di atas landasan yang tingginya 3 meter. Patung yang
menggambarkan seorang pemuda berukuran 2,5 m berdiri tegak dengan tangan
sedekap (tangan di dada) sambil memeluk senapan, dipunggungnya tergantung
sebuah ransel, berikat pinggang dengan dilengkapi peralatan perang seperti
pistol, granat golok, dompet dan sebuah tempat minum. Di samping berdiri
seorang anak laki-laki setinggi 1 m<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>bercelana pendek tanpa baju dengan kaki telanjang, di leher bergantung
sebuah ketapel. Di bawah patung terdapat tulisan patung perjuangan Jatinegara,
diresmikan tanggal 7 Juni 1982 oleh Gubernur KDKI Jakarta, Tjokropranolo.
Pembuatan patung ini memakan waktu 2,5 tahun, bahan pembuatan patung ini adalah
beton cor dan gips, pengecoran dilakukan di Yogyakarta. Sebagai pematungnya
adalah Haryadi.</div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7036114175076329572.post-38962237077175315422012-11-21T06:29:00.005-08:002012-11-21T06:29:59.627-08:00MASKOT JAKARTA...TERNYATA BUKAN MONAS<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfsimVU26pPqeFqqxOg3OhE1Y4do-shsRgl5kce6t8-ntppXC7X292Pa2W-WmLUGC2mTs8_e9AYOjDttQwG8hEDzYZpSQh8aI0S4X0rluU4nF9ZopkcdC1Ka34yvp_rigjcA93sR60Fs8/s200/maskot+jkt.jpg" width="250" /> <img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCN4WKmuMMaShLvFiDY8DVasxSLLoYM9bewgj5DT2RZa4emqLyzQ1LfESz1FISFUmwOm5Es6tt_D6aaMEort9lTzcyQE4mlOdOAJGkkhUuRj3LO3g5hiKgU3o5Ve1AfC7n-SINfmGFEYE/s320/maskot-jakarta-bukan-monas-lho1.jpg" width="250" /></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
Siapa yang tahu apakah yang menjadi maskot kota Jakarta? Anda salah jika menjawab Monas, apalagi ondel-ondel. Maskot kota Jakarta adalah elang bondol dan salak condet, tepat seperti yang tergambar di badan bus Transjakarta. Tidak yakin? Simak sejarahnya berikut ini.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnspXSY3iLhBblpTPDoxPVvfyUjX-kAXpBz7oXm67vcDqyD5V9HGOdt58iQ5ou5VZfSnhDgdjbOV6uwaK6-VTJZf-CydrYs5fWAxsB_gWITt1y_aiudx2lZgeVFA62Aqt_C1W59dEAO0I/s1600/salak_condet.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnspXSY3iLhBblpTPDoxPVvfyUjX-kAXpBz7oXm67vcDqyD5V9HGOdt58iQ5ou5VZfSnhDgdjbOV6uwaK6-VTJZf-CydrYs5fWAxsB_gWITt1y_aiudx2lZgeVFA62Aqt_C1W59dEAO0I/s200/salak_condet.jpg" width="200" /></a> <img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGtnK7UsWgAPu7JyFqrC4Nj7XUv6oK8EvmCU2ETbRi25oKRfC35UtGIf7sWYAbxYFRRXpDXN7P57RIdDYcRc3Zt9Z1_1pWJVCb2VtblP3euVzO28AmiCqZmjZCx-FIFxqy-atv_fUuDCU/s200/49elangbondol.jpg" width="200" /><br />
<br />
Gubernur Ali Sadikin melalui Keputusan Gubernur No. 1796 Tahun 1989 menetapkan elang bondol berwarna coklat dan berkepala putih dengan posisi bertengger pada sebuah ranting dengan beberapa buah salak condet dalam cengkramannya sebagai maskot Jakarta. Elang bondol yang memiliki nama latin Haliastur indus ini merupakan burung migran yang juga terdapat di Australia, India, Cina Selatan, dan Filipina. Jakarta merupakan salah satu tempat persinggahan tetap burung yang mampu terbang hingga ketinggian 3.000 meter ini.<br />
<br />
Sementara asal muasal salak condet dijadikan maskot adalah karena salak condet atau Salacca zalacca merupakan buah asli Jakarta yang tumbuh di kawasan Condet. Salak ini tidak kalah tenar dibandingkan dengan salak pondoh atau salak bali yang konon ketenarannya sudah mencapai seluruh wilayah Jawa dan Sumatera. Kawasan Condet sendiri aslinya merupakan kawasan cagar budaya seluas 18.228 Hektar. Namun seiring dengan bertambahnya pemukiman dan masyarakat pendatang, maka perkebunan salak serta proporsi masyarakat Betawi di kawasan tersebut semakin berkurang.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT0vOLTb5aXXFTBDYmHHkCW5hvdvWShTd6UhQT4q0vzqv_fJ3xSZe_ITI4NA_RMtklfaJqBzABSvHCEwx3JNlsDoao9ufC870hRb9uwmU91A_CrtS_24d52UoKhKN7R4S-edByPHChLqo/s1600/maskotjk.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT0vOLTb5aXXFTBDYmHHkCW5hvdvWShTd6UhQT4q0vzqv_fJ3xSZe_ITI4NA_RMtklfaJqBzABSvHCEwx3JNlsDoao9ufC870hRb9uwmU91A_CrtS_24d52UoKhKN7R4S-edByPHChLqo/s1600/maskotjk.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhT0vOLTb5aXXFTBDYmHHkCW5hvdvWShTd6UhQT4q0vzqv_fJ3xSZe_ITI4NA_RMtklfaJqBzABSvHCEwx3JNlsDoao9ufC870hRb9uwmU91A_CrtS_24d52UoKhKN7R4S-edByPHChLqo/s200/maskotjk.jpg" width="200" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge7u5VEx-3cGZ1RAvpnqOatC2oLdDnUWvs0VtdFD51f8EWx-DAvTuIs6b1bW4uazbSgg48QWUTkrOo2hj6ahF9eq_p7YzA_BswbhwzLp3BHO0UDUehUk2TcRfJ1CeFZDGsaOLnYnw44Ic/s1600/busway1yy0.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge7u5VEx-3cGZ1RAvpnqOatC2oLdDnUWvs0VtdFD51f8EWx-DAvTuIs6b1bW4uazbSgg48QWUTkrOo2hj6ahF9eq_p7YzA_BswbhwzLp3BHO0UDUehUk2TcRfJ1CeFZDGsaOLnYnw44Ic/s200/busway1yy0.jpg" width="200" /></a> Selain tertera pada badan bus Transjakarta, maskot Jakarta ini juga dapat ditemui dalam bentuk tugu di hampir semua perbatasan provinsi Jakarta dengan Banten atau dengan Jawa Barat, misalnya di Jl. Bekasi Raya km 27 Ujung Menteng Jakarta Timur dan di Jl. Daan Mogot. Terdapat juga di sudut persimpangan jalan raya dalam kota seperti di kawasan By Pass Cempaka Putih. Sayangnya, maskot yang terlihat gagah ini justru sedang terancam punah. Populasi elang bondol semakin<br />
<br />
berkurang karwa ilegal dan rusaknya habitat wilayah rawa di Jakarta. Elang bondol yang masih tersisa hanya dapat ditemui di Cagar Alam Laut Pulau Rambut dan Kebun Binatang Ragunan. Sedangkan perkebunan salak condet yang tadinya luas kini lahannya hanya tersisa 20 persen tergerus oleh pemukiman yang terus berkembang.<br />
<br />
sumber : http://eljohnnews.com/category/art-culture/maskot-jakarta-bukan-monas-lhoAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7036114175076329572.post-9660055084790555082012-11-03T02:53:00.000-07:002012-11-03T02:59:15.906-07:00Sekilas Putera Puteri Berprestasi dari JakartaBeberapa putera puteri jakarta telah memberikan kontribusi
nyata bagi negara ini, diantaranya ialah<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvPvUjseb9wtSNrcq9MoxDT0-tB2BO8lhlJG2oBLPoNYF2hYLa-5Rg_j3tAl65ITwwNjxbUCE9Kfsp0EID1Yg1IZVAG0JobuoVXQlqg0sSqHJtJDouXJRZ-RiNXlslm11nr0DA0a0fhpY/s1600/ismail+marzuki.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvPvUjseb9wtSNrcq9MoxDT0-tB2BO8lhlJG2oBLPoNYF2hYLa-5Rg_j3tAl65ITwwNjxbUCE9Kfsp0EID1Yg1IZVAG0JobuoVXQlqg0sSqHJtJDouXJRZ-RiNXlslm11nr0DA0a0fhpY/s200/ismail+marzuki.webp" style="cursor: move;" width="200" /></a></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRqhOKvXK9vLLkMFbIC0Bvr4wywcF6N9_hmtiGdDcSDJ9VlirZn1nBVzz8ffLFe9_nTy52kmZrTdtuo7HEgvIE555lfnGrjrT-wPhDda1hnDyWKCjSGGW42yGQWRM_jLPqwkDMi8PcycI/s1600/husni+thamrin.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRqhOKvXK9vLLkMFbIC0Bvr4wywcF6N9_hmtiGdDcSDJ9VlirZn1nBVzz8ffLFe9_nTy52kmZrTdtuo7HEgvIE555lfnGrjrT-wPhDda1hnDyWKCjSGGW42yGQWRM_jLPqwkDMi8PcycI/s200/husni+thamrin.jpg" width="150" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQQH0Cj-K3UaEkVvPFHK_rnIWTvwoxj21TNZu8FaX05ekCk_N3q_DPXCMkIOMnNnBnT2hmDsPg_KvAp8AZrjcItcLUp5tgKJq1Y7MxBLbrojN9UKVlZc4xUQaNVg0sJaZBlCcpWRFNHH8/s1600/k.h.noerali.webp" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQQH0Cj-K3UaEkVvPFHK_rnIWTvwoxj21TNZu8FaX05ekCk_N3q_DPXCMkIOMnNnBnT2hmDsPg_KvAp8AZrjcItcLUp5tgKJq1Y7MxBLbrojN9UKVlZc4xUQaNVg0sJaZBlCcpWRFNHH8/s200/k.h.noerali.webp" width="200" /></a>Beberapa putera jakarta yang menjadi Pahlawan Nasional ialah
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Mohammad Husni Thamrin</b>,Ia dikenal sebagai
salah tokoh Jakarta (dari organisasi Kaoem Jakarta) yang pertama kali menjadi
anggota Dewan Rakyat di Hindia Belanda (Volksraad), mewakili kelompok
Inlanders. Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra. Beliau
juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Indonesia, karena beliau
menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan
lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda (Indonesia) pribumi yang
pertama kali di daerah Petojo, Batavia (Jakarta).kemudian ada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Ismail Marzuki</b> seniman asal Jakarta
yang mendapat penghormatan dengan dibukanya TIM(Taman Ismail Marzuki) atas
karya-karya seninya,ia banyak menciptakan lagu-lagu nasional diantaranya
Indonesia Pusaka, Rayuan Pulau Kelapa, Gugur Bunga, Selamat Datang Pahlawan
Muda,dll, dan juga <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">K.H.Noerali</b>
seorang ulama sekaligus pahlawan nasional dari suku jakarta yang lahir di
bekasi, kisahnya tertulis di dalam kisah kepahlawanan -antara karawang-bekasi-
"dikutip dari wikipedia"<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvWs0sCN59wfi-l67wo_6Q66wSn6ahIEj8LITAQdR95x9zBXGQ3k_wSGtiGLoS8jnozGQFCeJ_CSzozIVV9dh_El6725y8a4FbeRjXe6W8OG61B4pNROATAEJfoGzJmxfH-39ePLI5mXo/s1600/hassan_wirajuda.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvWs0sCN59wfi-l67wo_6Q66wSn6ahIEj8LITAQdR95x9zBXGQ3k_wSGtiGLoS8jnozGQFCeJ_CSzozIVV9dh_El6725y8a4FbeRjXe6W8OG61B4pNROATAEJfoGzJmxfH-39ePLI5mXo/s200/hassan_wirajuda.jpg" style="cursor: move;" width="151" /></a></div>
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0skphJu_9QlGiNdFX2Q8iA2mYtmPv9p0-UMCqsKb9EM0BX-gL_5D8u3-Ty33bzAE23Shuw-rizN6jT61tQOgEABo-z7PJflciibXlQgbhM3FYMDa84DCwFiBccUm3ikyK3_ujIP9v5jE/s1600/wahidin-halim.webp" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0skphJu_9QlGiNdFX2Q8iA2mYtmPv9p0-UMCqsKb9EM0BX-gL_5D8u3-Ty33bzAE23Shuw-rizN6jT61tQOgEABo-z7PJflciibXlQgbhM3FYMDa84DCwFiBccUm3ikyK3_ujIP9v5jE/s200/wahidin-halim.webp" width="200" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo34ymWj0U5nxTD3lroUF0cBGKnCRo9k6uBWRs9RVufC3rBmILecab3ilYOSAyosb9gah5NZ5N5MsN5UeKcx13Qdydk3hDKnqWQ3f38e31SqXHuG42BaTczRe-pGy6QTvvls3OYfapaQw/s1600/tuti_alawiah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgo34ymWj0U5nxTD3lroUF0cBGKnCRo9k6uBWRs9RVufC3rBmILecab3ilYOSAyosb9gah5NZ5N5MsN5UeKcx13Qdydk3hDKnqWQ3f38e31SqXHuG42BaTczRe-pGy6QTvvls3OYfapaQw/s200/tuti_alawiah.jpg" width="200" /></a>Dibidang Pemerintahan ada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Imam Syafi'i </b>menteri dalam kabinet 100 masa pemerintahan Bung
Karno, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Ridwan Saidi </b>yang menjadi
mantan anggota DPR, ketua partai Masyumi Baru 1995-2003, direktur executive
Indonesia Democracy watch,dll,, selain itu juga ada<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Tutty Alawiyah</b> sebagai mantan Menteri Negara Peranan Wanita dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Hasan wirayuda</b> yang pernah menjabat
sebagai mantan Menteri Luar Negeri dan kini ada nama <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Suryadarma Ali</b> sebagai Menteri Agama.<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Wahidin Halim</b> Walikota Tanggerang dan <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Fauzi Bowo</b> mantan gubernur Jakarta.<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3JNuB2ZpJWZvErDF_Sc3SXF47V1y1BOh4RIPStnxiVu3sJDdnrVnvTSU_ztQLk8Zf4JHRy2osX87GRt8BA5uCqpyo37uI7I4W2PRzC4vuj_l62LdPmaQ9S3QhKGyg4lnqXvqtA327uAw/s1600/adang+daradjatun.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3JNuB2ZpJWZvErDF_Sc3SXF47V1y1BOh4RIPStnxiVu3sJDdnrVnvTSU_ztQLk8Zf4JHRy2osX87GRt8BA5uCqpyo37uI7I4W2PRzC4vuj_l62LdPmaQ9S3QhKGyg4lnqXvqtA327uAw/s200/adang+daradjatun.jpg" width="200" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZRmS7Zn0ZIr8WoKrNUEzKK_ijlnuFnJNlk4EHdFoPMpH7dsqNRW86Up9l87MXCmsYZjKG-vQFi0eAWRMaQDBP-7jCJtrKo9LLnfCnnaiwB6eODeDlA076VxXI8X2jWzCH967jAmmdl3c/s1600/nachrowi+ramli2.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhZRmS7Zn0ZIr8WoKrNUEzKK_ijlnuFnJNlk4EHdFoPMpH7dsqNRW86Up9l87MXCmsYZjKG-vQFi0eAWRMaQDBP-7jCJtrKo9LLnfCnnaiwB6eODeDlA076VxXI8X2jWzCH967jAmmdl3c/s200/nachrowi+ramli2.webp" width="200" /></a>Di bidang Militer dan Polri juga ada putera Jakarta yang
pernah mencapai pangkat letnan jenderal. Ia adalah <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Letjen TNI (Purn) Muhammad Sanif</b>. Semasa aktif, ia pernah menjabat
Pangdam Bukit Barisan. Juga ada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Mayjen
TNI (Purn) H Nachrowi Ramli</b> yang pernah memimpin Lembaga Sandi Negara dan kini
memimpin Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Jakarta. di Polri juga ada <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Komjen Pol (Purn) Adang Daradjatun</b> yang
pernah menjadi Kapolda Jawa Barat dan WakaPolri.<br />
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYoEegHzmBFkwljFBtV9Vf4vCNOx5M0lr1x1UphANh-2H60whWfhSu82Rn_j6UIHxN_4iy0qst98yqwlQXId-j5Feh_ncnVMIDujLuuAyIT3VWVpad2vs5cfXs0FJujLcom2Mf3AqWVn0/s1600/k-h-abdullah-syafiie.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYoEegHzmBFkwljFBtV9Vf4vCNOx5M0lr1x1UphANh-2H60whWfhSu82Rn_j6UIHxN_4iy0qst98yqwlQXId-j5Feh_ncnVMIDujLuuAyIT3VWVpad2vs5cfXs0FJujLcom2Mf3AqWVn0/s320/k-h-abdullah-syafiie.webp" width="150" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLo9Ye8ceyNfImPIBcQ0gPr4QqjNjscjqr7nlJoE5OUJWhQyZV8GO8SRjDQaLUxwBg69j53fIZ6jkSzfI95ezNYwsUEtziJsz-f7U28BoMKGLKJFsft_UFoBlGVo8WoCg3m24e73yKoIs/s1600/habib+ali.webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLo9Ye8ceyNfImPIBcQ0gPr4QqjNjscjqr7nlJoE5OUJWhQyZV8GO8SRjDQaLUxwBg69j53fIZ6jkSzfI95ezNYwsUEtziJsz-f7U28BoMKGLKJFsft_UFoBlGVo8WoCg3m24e73yKoIs/s320/habib+ali.webp" width="150" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIzAMQ0hIgET-VcocgnULcaJ5SZs4QgZjCDaHZCts3xvLnUmBvh5xcZPF0lDoFV9yn1YbJpPjrsclK18tiHQaIg4HoYPrvlDaoFVV6q8X6RorW_TPDXkiHtYUZlWXWMB2vOfxf-K8gyME/s1600/zainuddin-mz.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIzAMQ0hIgET-VcocgnULcaJ5SZs4QgZjCDaHZCts3xvLnUmBvh5xcZPF0lDoFV9yn1YbJpPjrsclK18tiHQaIg4HoYPrvlDaoFVV6q8X6RorW_TPDXkiHtYUZlWXWMB2vOfxf-K8gyME/s200/zainuddin-mz.jpg" width="152" /></a>Dibidang keagamaan ialah ada pula ulama-ulama besar seperti <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Habib Ali</b> yang mendirikan madrasah
modern dengan sistem kelas yang diberi nama Unwanul Falah. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">k.h. abdullah syafi'i</b> dan puteranya <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafe'i</b> terkenal dengan pondok
pesantrennya assyafi'iah, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">KH Tohir
Rohili</b>, yakni Mualim Rojiun,<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> KH Nur
Ali</b>, Bekasi, sangat ditakuti oleh Belanda karena keberaniannya di front
depan Bekas -- Karawang -- Purwakarta. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">KH
Zayadi</b> dari Klender, Mualim Tabrani, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">KH
Abdurahman Nawi, KH Habib Alwi Jamalullail, K.H.Zainuddin .M.Z</b> yang
terkenal dengan da'i sejuta umat, dan masih banyak lagi<br />
<br />
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBok2e143BI8V0E3NjZMevUiI5KrFn9t2vvaHpKNGUbeWo1VAdD0Qi-owimITSihwWiynygNcTIXkSDBZx40dvcP9itea8i0gtRThlEXuU5QI8WCWA5mV8NTVj7lnhsOAZhtarBtdpD6Y/s1600/mizwar+.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBok2e143BI8V0E3NjZMevUiI5KrFn9t2vvaHpKNGUbeWo1VAdD0Qi-owimITSihwWiynygNcTIXkSDBZx40dvcP9itea8i0gtRThlEXuU5QI8WCWA5mV8NTVj7lnhsOAZhtarBtdpD6Y/s320/mizwar+.jpg" width="150" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL2joFdK3aixNClqlGkkMYRU0ICqaalXMfDoWb7oMHLDUWKUzdKi3cEqz2TSGLbVzBPrtEJYbY_HJSXK_vyfKgxL_Vah-z7TIjsdbnl-I3OmdjhEaU8HimLz9Y73p0EF7YDt0MOmvWVzE/s1600/benyamin.s.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL2joFdK3aixNClqlGkkMYRU0ICqaalXMfDoWb7oMHLDUWKUzdKi3cEqz2TSGLbVzBPrtEJYbY_HJSXK_vyfKgxL_Vah-z7TIjsdbnl-I3OmdjhEaU8HimLz9Y73p0EF7YDt0MOmvWVzE/s200/benyamin.s.jpg" width="200" /></a>Dibidang Kesenian juga ada nama seperti, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Benyamin Sueb </b>(tokoh perfilman),<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> Deddy Mizwar</b>(tokoh
perfilman,produser,sutradara), <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Mandra</b>
(tokoh perfilman komedi), <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Surya Saputra</b>
(penyanyi,artis), <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Alya Rohali </b>(mantan
Puteri Indonesia),<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> Ussy Sulistyowati</b>
(Penyanyi, Artis),<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> Chairil Gibran
Ramadhan</b> (sastrawan), dll<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFrlFxHqs2Hg_Fh50LeaCSUafA7OlkGTryolTzbN0YFR0zgRuGhx_4k3N09dr4dgB2ILckKdf_I3mrkFkPdx8XXMIEhvEK7V4-06FcVJx5XfzRpllSrB-yHvFHgsfu3tXwtauhAg7NceM/s1600/mandra.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFrlFxHqs2Hg_Fh50LeaCSUafA7OlkGTryolTzbN0YFR0zgRuGhx_4k3N09dr4dgB2ILckKdf_I3mrkFkPdx8XXMIEhvEK7V4-06FcVJx5XfzRpllSrB-yHvFHgsfu3tXwtauhAg7NceM/s200/mandra.jpg" width="200" /></a><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPuWJKCh5lEV6xcHu94e36jDVUaeaGQChIfa79ZML_5dHCTY46euiHzyfqrL7nC5aEA3vaoA9K-DLU3nDOdgrgiqDK1EjKYdAcsWzD9kd-1fZ8jsZMVPeYZo8uuw7k-oU4arN0cpbKygI/s1600/khairil+gibran+ramadhan.webp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPuWJKCh5lEV6xcHu94e36jDVUaeaGQChIfa79ZML_5dHCTY46euiHzyfqrL7nC5aEA3vaoA9K-DLU3nDOdgrgiqDK1EjKYdAcsWzD9kd-1fZ8jsZMVPeYZo8uuw7k-oU4arN0cpbKygI/s200/khairil+gibran+ramadhan.webp" width="153" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpaubmAsWQWgsuVxhMI4MGJ5n3dHdEwau9UNwaVeWPKthAZw5UKi5CDO_sF9PXHEgqq5fA5fOtwvTs7jK3nGZTDM4Aa6RWA3th-C5SOO3Zyle-wXqsInzARDQEOyonTHGFFmOcqWQhiw4/s1600/mk.tadjudin.webp" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpaubmAsWQWgsuVxhMI4MGJ5n3dHdEwau9UNwaVeWPKthAZw5UKi5CDO_sF9PXHEgqq5fA5fOtwvTs7jK3nGZTDM4Aa6RWA3th-C5SOO3Zyle-wXqsInzARDQEOyonTHGFFmOcqWQhiw4/s200/mk.tadjudin.webp" width="200" /></a>Selain itu, putera-putera Jakarta juga tercatat di bidang
lain, seperti di bidang perbankan tampil <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Abullah
Ali </b>yang pernah menjadi Dirut Bank BCA, dan di bidang keilmuan mencuat nama
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Prof Dr MK Tadjudin</b> yang pernah
menjadi Rektor Universitas Indonesia (UI).</div>
<br />
<br />
dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7036114175076329572.post-63849311581176995252012-10-29T09:38:00.001-07:002012-11-03T13:35:08.575-07:00ASAL NAMA DAERAH DI JAKARTA<b>Ancol</b><b><br />
</b>Kawasan ancol terletak disebelah timur Kota Tua Jakarta, sampai batas
kompleks Pelabuhan Samudera Tanjung Priuk. Dewasa ini kawasan tersebut
dijadikan sebuah Kelurahan dengan nama yang sama, termasuk wilayah kecamatan
Pademangan, Kotamadya Jakarta Utara.<br />
Ancol mengandung arti “tanah mendidih berpaya – paya” Dahulu, bila laut sedang
pasang air payau kali Ancol berbalik kedarat menggenangi tanah sekitarnya
sehingga terasa asin. Wajarlah bila orang – orang Belanda zaman VOC menyebut
kawasan tersebut sebagai Zoutelande. “tanah asin” sebutan yang juga diberikan
untuk kubu pertahanan yang dibangun di situ pada tahun 1656(De Haan 1935:103 –
104).<br />
Untuk menghubungkan Kota Batavia yang pada zaman itu berbenteng dengan kubu
tersebut, sebelumnya telah dibuat terusan, yaitu Terusan Ancol, yang sampai
sekarang masih dapat dilayari perahu. Kemudian dibangun pula jalan yang sejajar
dengan terusan.<br />
Pembuatan terusan, jalan dan kubu pertahanan di situ, karena dianggap srtategis
dalam dalam rangka pertahanan kota Batavia. Sifat strategis kawasan Ancol
rupanya sudah dirasakan pada masa agama Islam mulai tersebar didaerah pesisir
Kerajaan Sunda. Dalam Koropak 406, Carita Parahiyangan, Ancol disebut – sebut
sebagai salah satu medan perang disamping Kalapa Tanjung Wahanten (Banten) dan
tempat – tempat lainnya pada masa pemerintahan Surawisesa (1521 – 1535).<br />
<br />
<b>Angke</b><b><br />
</b>Asal usul kata angke berasal dari bahasa Cina dengan dua suku kata, yaitu
ang yang artinya darah (merah) dan Ke yang artinya bangkai. Kampung ini
dinamakan Angke karena adanya peristiwa sejarah yang sangat berhubungan dengan
sejarah kota Batavia. Pada tahun 1740 ketika terjadi pemberontakan orang- orang
Cina di Batavia, ribuan orang Cina dibantai oleh Belanda.<br />
Mayat orang orang Cina yang bergelimpangan dibawa dan dihanyutkan ke kali yang
ada didekat peristiwa tersebut, sehingga kampung dan kali yang penuh dengan
mayat itu diganti penduduk dengan nama Kali Angke dan kampung Angke. Sebelum
peristiwa itu terjadi, kampung itu namanya adalah kampung Bebek, hal ini karena
orang Cina yang tinggal dikampung itu banyak yang berternak bebek.<br />
<br />
<b>Bangka</b><b><br />
</b>dulunya disana banyak ditemukan mayat (bangke/bangkai) orang yg dibuang di
kali krukut.<br />
<br />
<b>Bidaracina</b><b><br />
</b>Bidaracina dewasa ini menjadi nama sebuah kelurahan, kelurahan Bidaracina,
Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur. Menurut beberapa informasi,
kawasan tersebut dikenal dengan nama Bidaracina, karena pada waktu terjadi
pemberontakan orang – orang Cina di Batavia dan sekitarnya terhadap Kompeni
pada tahun 1740, ribuan dari mereka terbunuh mati, bermandi darah. Di antaranya
di tempat yang kemudian disebut Bidaracina itu.<br />
Informasi tersebut tidak mustahil mengandung kebenaran walaupun mengundang
beberapa pertanyaan, kenapa hanya dikawasan itu yang disebut Bidaracina, karena
banyak orang Cina mati bermandikan darah?. Padahal peristiwa pembunuhan itu
konon terjadi di pelosok Kota Batavia dan sekitarnya. Kenapa tidak di sebut
Cina berdarah, sesuai dengan kaidah bahasa Melayu, yang kemudian berubah
menjadi cinabedara, selanjutnya menjadi cinabidara?<br />
Perkiraan lainnya, asal nama kawasan tersebut dari bidara yang ditanam oleh
orang Cina di situ. Bidara, atau bahasa ilmiahnya Zizyphus jujube Lam, famili
Rhanneae, adalah pohon yang kayunya cukup baik untuk bahan bangunan,. Akar dan
kulitnya yang rasanya pahit, mengandung obat penyembuh beberapa macam penyakit,
termasuk sesak nafas. Di ketiak dahannya biasa timbul gumpalan getah. Buahnya
dapat dimakan (Fillet 1888:52)<br />
Ada kaitannya dengan perkiraan tersebut, yaitu keterangan tentang adanya
seorang Cina yang mengikat kontrak yang aktanya dibuat oleh Notaris Reguleth
tertanggal 9 Oktober 1684, untuk menanami kawasan sekitar benteng Noordwijk
dengan pohon buah – buahan, termasuk pohon Bidara (De Haan 1911, (11):613).
Walaupun di luar kontrak tersebut, mungkin saja seorang Cina menanam bidara di
tempat yang kini dikenal dengan sebutan Bidaracina itu.<br />
<br />
<b>Cawang</b><b><br />
</b>Kawasan Cawang dewasa ini menjadi sebuah kelurahan Kelurahan Cawang,
Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama kawasan tersebut berasal
dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim
disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin
panggilan dari Anwar). Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi
Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama
pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu,
sebelah selatan Jatinegara.<br />
Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 Cawang sudah
menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah – tanah miliknya yang lain
seperti Tanjungtimur atau Groeneveld, Cikeas, Pondokterong, Tanjungpriuk dan
Cililitan (De Haan, 1910:50).<br />
Pada awal abad ke-20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena disana bermukim
seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias Bapak Cungok. Sairin
dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang
pada tahun 1924. Di samping itu. Ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan
Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah
partikelir Tanjung Oost (Poesponegoro 1984, (IV):299 – 300).<br />
<br />
<b>Batu Ampar</b><b><br />
</b>Batu Ampar yang merupakan bagian dari kawasan Condet, bahkan biasa disebut
Condet Batuampar, dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Batuampar,
Kecamatan Keramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Wilayah kelurahan Batuampar di
sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Balekambang, (lengkapnya
Condet Balekambang), yang dalam sejarahnya berkaitan satu sama lain.<br />
Ada legenda yang melekat pada nama tempat tersebut sebagaimana diceritakan oleh
orang – orang tua di Condet kepada Ran Ramelan, penulis buku kecil berjudul
Condet, sebagai berikut.<br />
Pada jaman dulu ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai
Polong, memeliki beberapa orang anak. Salah seorang anaknya, perempuan, diberi
nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Waktu Maemunah sudah dewasa dilamar
oleh Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makasar yang tinggal di sebelah timur
Condet, untuk salah seorang anaknya, bernama Pangeran Astawana.<br />
Supaya dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang – senang di atas
empang, dekat kali Ciliwung, yang harus selesai dalam waktu satu malam.
Permintaan itu disanggupi dan terbukti, menurut sahibulhikayat, esok harinya
sudah tersedia rumah dan sebuah bale di sebuah empang di pinggir kali Cliwung,
sekaligus dihubungkan dengan jalan yang diampari dengan batu, mulai dari tempat
kediaman keluarga Pangeran Tenggara .<br />
Demikianlah, menurut cerita, tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu
selanjutnya disebut Batuampar, dan bale (Balai) peristirahatan yang seolah –
olah mengambang di atas air kolam dijadikan nama tempat . Balekambang.<br />
Pada awal abad keduapuluh di Batuampar terdapat perguruan silat yang dipimpin
antara lain oleh Maliki dan Modin (Pusponegoro, 1984, IV:295). Pada tahun 1986,
seorang guru silat di Batuampar, Saaman, terpilih sebagai salah seorang tenaga
pengajar ilmu bela diri itu di Negeri Belanda, selama dua tahun. Tidak
mustahil, kemahiran Saaman sebagai pesilat, sehingga terpilih menjadi pengajar
di mancanegara itu, adalah kemahiran turun – temurun.<br />
<a name='more'></a><br /><br />
<b>Blok A/M/S</b><b><br />
</b>dulunya sekitar situ tempat pembukaan perumahan baru yg ditandai dgn blok,
mulai A-S. Sayang yg tersisa tinggal 3 blok doang.<br />
<br />
<b>Pasar Rumput</b><b><br />
</b>dulunya tempat berkumpulnya tukang rumput yg menjualnya untuk kalangan
meneer Belanda yg tinggal di kampung elit, Menteng.<br />
<br />
<b>Buncit</b><b><br />
</b>dulunya di jalan buncit raya sekarang ada pedagang kelontong China berperut
gendut (Buncit) yg terkenal.<br />
<br />
<b>Cijantung</b><b><br />
</b>Dewasa ini Cijantung menjadi nama sebuah kelurahan, Kelurahan Cijantung,
wilayah Kecamatan Pasarrebo, Kotamadya Jakarta Timur.<br />
<br />
Namanya berasal dari nama sebuah anak sungai CiLiwung, yang berhulu di Areman,
dekat Kelapadua sekarang.<br />
Pada pertengahan abad ketujuh belas kawasan itu sudah berpenghuni, sebagaimana
dilaporkan oleh Kapten Frederick H. Muller, yang memimpin ekspedisi pasukan
Kompeni pertama yang menjelajahi daerah sebelah selatan Meestercornelis, yang
hutannya sudah dibuka setahun sebelumnya oleh Cornelis Senen. Ekspedisi Muller
tersebut dilakukan karena terdorong oleh adanya berita – berita tentang adanya
gerombolan oarng- orang Mataram di daerah pedalaman, serta adanya jalan darat
yang biasa digunakan oleh orang – orang Banten ke Priangan, melalui Muaraberes,
di tepi sungai Ci Liwung.<br />
Perjalanan Kapten Muller dari kastil Batavia ke Cijantung, dimulai tanggal 4
Nopember 1657, bersama pasukannya yang terdiri atas 14 orang serdadu kulit
putih dan 15 orang Mardijker, dipandu oleh 10 orang pribumi. Setelah berjalan
selama tiga hari dengan susah payah merambah hutan, menyusuri tepi Sungai Ci
Liwung, barulah mereka sampai di Cijantung yang di huni oleh 12 umpi di bawah
pemimpinnya bernama Prajawangsa (De Haan 1911, (II):24). Mungkin sulit untuk
dibayangkan, betapa lebatnya hutan antara Jatinegara sampai Cijantung pada
tahun 1657 itu, dibandingkan dengan keadaan dewasa ini.<br />
<br />
<b>Cilandak</b><b><br />
</b>konon di sana pernah ditemukan seekor landak raksasa<br />
<br />
<b>Cililitan</b><b><br />
</b>Kawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ci Liwung di sebelah barat,
sampai sungai Ci Pinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan
kawasan Kampung Makasar dan Condet. Di sebelah utara berbatasan dengan kawasan
Cawang . Bagian sebelah barat Jalan Dewi Sartika sekarang sebatas simpangan
Jalan Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak disebelah
timur Jalan Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama
Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati,
Kotamadya Jakarta Timur.<br />
Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Cipinang. Dewasa ini
anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas – bekasnya. Kata ci, adalah
bahasa Sunda, mengandung arti “air sungai” Lilitan lengkapnya lilitan – kutu,
adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd.,
termasuk famili Urticeae (Fillet 1888:201).<br />
Pada pertengahan abad ke- 17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah
partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde (De
Haan 1910:50). Kemudian beberapa kali berpindah pindah tangan. Sampai diganti
namanya menjadi lapangan Udara Halim Perdanakusumah. Lapangan udara tersebut
biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda) Cililitan.<br />
<br />
<b>Cilincing</b><b><br />
</b>Kawasan Cilincing terletak di sebelah timur Pelabuhan Samudera
Tanjungpriuk, dewasa ini menjadi sebuah kecamatan, Kecamatan Cilincing,
termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Utara.<br />
<br />
Nama Cilincing diambil dari nama anak sungai yang mengalir dari selatan
keutara, membelah kawasan tersebut. Cilincing mungkin lengkapnya berasal dari
Ci Calincing. Kata Ci, adalah bahasa sunda , yang artinya sungai, seperti Ci
Tarum, Ci Liwung, dan Ci Manuk.Cilincing adalah nama jenis pohon, sama dengan
belimbing wuluh, averhrhoa Carambola L. Termasuk famili Oxalideae (Fillet 1883
:292).<br />
Walaupun letaknya cukup jauh untuk ukuran tiga abad yang lalu, ternyata disana
terdapat dua villa, tempat peristirahatan .Yang pertama adalah landhuis
Cilincing yang dibangun oleh Justinus Vinck pada tahun 1740 dan sampai sekarang
masih dapat dilihat, walaupun keadaannya tidak begitu menggembirakan. Dewasa
ini bangunan tersebut dihuni beberapa pensiunan anggota kepolisian, dan dikenal
dengan sebutan Rumah Veteran. Yang kedua adalah landhuis Vredestein yang
dibangun oleh mantan Gubernur Pantai Utara Jawa, Nicolaas Hartingh, pada tahun
1750. Landhuis yang kedua itu sekarang sudah tidak ada bekas – bekasnya.<br />
Dalam sejarah Jakarta, Cilincing memegang peranan cukup penting, karena
disanalah pada tanggal 4 Agustus 1811 pasukan balatentara Inggris yang
jumlahnya hamper 12.000 orang, mendarat tanpa mendapat perlawanan dari pihak
Belanda, yang pada masa itu berada di bawah kekuasaan Perancis (J.R. van Diesen
1889:303).<br />
<br />
<b>Condet</b><b><br />
</b>Kawasan Condet meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar, Kampung
Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang termasuk wilayah
Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Nama Condet berasal dari nama
sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh –
ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg.,termasuk
famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa
dimakan.<br />
Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalah catatan
perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di
Batavia ( sebelum menjadi Gubernur Jendral ). Dalam catatan tersebut, pada
tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui
anak sungai Ci Ondet “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok,
Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet”,..(De Haan 1911: 320).<br />
Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya (tentang tokoh
ini dapat dilihat dalam tulisan ini pada entri: Kebantenan), yang dibuat
sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth
tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa
Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet
kepada anak – anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250).<br />
Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni
1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen
(52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada frederik willem Freijer. Kemudian
kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng, Oost, atau
Groeneveld (De Haan 1910:51).<br />
<br />
<b>Gambir</b><b><br />
</b>Sekarang kampung Gambir tinggal kenangan saja, yang tersisa adalah nama
Kelurahan Gambir dan nama Stasiun Gambir yang masih tertinggal pada salah satu
stasiun yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Wilayah yang termasuk pada kawasan
Gambir batas – batasnya adalah: diutara jalan Veteran, di Selatan jalan Kebon
Sirih, di Barat jalan Mojopahit dan di Timur kali Ciliwung. Kata Gambir sudah
dikenal sejak nama, sejak kawasan ini mulai mengacu pada sebutan masyarakat lokal
yang melihat banyaknya pohon gambir yang tumbuh dikawasan ini.<br />
Sebelum dikembangkan oleh Daendles sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di
daerah baru yang disebutnya Weltevreden, sejarah kawasan ini telah dimulai
sejak tahun 1658 masih berupa daerah rawa – rawa dan padang ilalang. Oleh
pemiliknya yang bernama Anthony Paviljoen daerah ini telah mulai disewakan
kepada masyarakat Cina untuk digarap sebagai lahan pertanian tebu, pertanian
sayur – sayuran dan sawah. Setelah makin berkembang didaerah ini timbul pasar
yang berlanjut terus sebagai pasar tempat memeperingati hari lahir ratu Belanda
yang di adakan pasar malam setiap tahun. Pasar yang tumbuh dan berkembang terus
itu disebut pasar Gambir.<br />
Setelah Daendels berkuasa dan memindahkan pusat pemerintahan dari Kota ke
Weltevreden yang dalambahasa Belanda berarti tempat yang paling ideal sebagai
lokasi pemukiman (tempat yang nyaman), maka Belanda mulai membangun berbagai
macam sarana prasarana perkotaan di daerah baru ini. Salah satu sarana
perkotaan yang terkenal pada waktu itu adalah lapangan koningsplein yang
disebut juga oleh masyarakat lokal dengan nama lapangan Ikada (Ikatan Atletik
Djakarta). Lapangan ini mengingatkan kita pada peristiwa rapat raksasa rakyat
Jakarta yang terjadi dilapangan IKADA ini. Pada masa lalu, dilapangan ini
terdapat perkumpulan olah raga dan yang paling terkenal adalah Bataviaasche
Sport Club (BSC) dan Batavia Buitenzorg Wedloop Societet (BBWS). BSC adalah
perkumpulan olahraga biasa dan BBWS adalah perkumpulan olah raga berkuda.<br />
Setelah pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai pada tahun 1962, Lapangan
Gambir dan perumahan Departemen Pekerjaan Umum (DPU), serta perumahan Djawatan
Kereta Api (DKA) ikut tergusur untuk ikut tergusur juga dan nama pasar tersebut
diabadikan pada lokasi Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Kemayoran. Yang tersisa dari
kata Gambir untuk masa sekarang adalah nama stasiun Gambir dan nama Kelurahan
Gambir.<br />
<br />
<b>Glodok</b><b><br />
</b>Asalnya dari kata grojok yang merupakan sebutan dari bunyi air yang jatuh
dari pancuran air. Di tempat itu dahulu kala ada semacam waduk penampungan air
kali ciliwung. Orang tionghoa dan keturunan tionghoa menyebut grojok sebagai
glodok karena orang tionghoa sulit mengucap kata grojok seperti layaknya
orangpribumi.<br />
<br />
<b>Gondangdia</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung yang sekarang berada ditengah pemukiman elit Menteng
Jakarta Pusat. Nama Gondangdia cukup dikenal dikalangan masyarakat awam di
Jakarta karena sering disebut dalam lagu Betawi, Cikini sigondang dia, saya
disini karena dia. Batas – batas wilayah Gondangdia adalah:<br />
- Sebelah Utara jalan K.H. Wahid Hasyim<br />
- Sebelah Selatan Jalan Sutan Syahrir<br />
- Sebelah Barat kali Cideng<br />
- Sebelah Timur jalan Rel Kereta Api.<br />
<br />
Asal usul nama kampung Gondangdia ternyata ada beberapa versi, diantaranya
adalah:<br />
Nama Gondangdia berasal dari nama pohon Gondang (sejenis pohon beringin) yang
tumbuh pada tanah basah atau berair. Kemungkinan pada masa lalu ada pohon
Gondang yang tumbuh di daerah ini.<br />
Nama Gondangdia berasal dari nama binatang air sejenis keong Gondang. Yang
artinya keong besar. Kemungkinan pada masa lalu didaerah ini banyak terdapat
keong besar, sehingga masyarakat menyebut tempat ini dengan menyebut nama
keong.<br />
Nama Gondangdia berasal dari nama seorang kakek yang terkenal dan disegani oleh
masyarakat sekitar kampung. Kakek ini mempunyai nama kondang dan sering juga
dipanggil Kyai kondang Karena terkenal dikalangan masyarakat kampung, nama
kakek kondang sering disebut – sebut dan masyarakat sering mengaitkan nama
tempat itu dengan nama kakek, maka disebut dengan gondangdia (kakek dia yang
tersohor).<br />
<br />
<b>Hek</b><b><br />
</b>Tempat yang terletak antara Kantor Kecamatan Kramatjati dan kantor Polisi
Resor Kramatjati, sekitar persimpangan dari jalan Raya Bogor ke Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) terus ke Pondokgede, dikenal dengan nama Hek.<br />
Rupanya, nama tersebut berasal dari bahasa Belanda. Menurut Kamus Umum Bahasa
Belanda – Indonesia (Wojowasito 1978:269), kata hek berarti pagar. Tetapi
menurut Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Koenen- Endpols,
1946:388), kata hek dapat juga berarti pintu pagar (“..raam-of traliewerk…”).<br />
Dari seorang penduduk setempat yang sudah berumur lanjut, diperoleh keterangan,
bahwa di tempat itu dahulu memang ada pintu pagar, terbuat dari kayu bulat,
ujung – ujungnya diruncingkan, berengsel besi besar – besar, bercat hitam.
Pintu itu digunakan sebagai jalan keluar – masuk kompleks peternakan sapi, yang
sekelilingnya berpagar kayu bulat. Kompleks peternakan sapi itu dewasa ini
menjadi kompleks Pemadam Kebakaran dan Kompleks polisi Resort Keramatjati.
Sampai tahun tujuh puluhan kompleks tersebut masih biasa disebut budreh, ucapan
penduduk umum untuk kata boerderij, yang berarti kompleks pertanian dan atau
peternakan.<br />
Kompleks peternakan tersebut merupakan salah satu bagian dari Tanah Partikelir
Tanjoeng Oost, yang pada masa sebelum Perang Dunia Kedua terkenal akan hasil
peternakannya, terutama susu segar untuk konsumsi orang – orang Belanda di
Batavia.<br />
<br />
<b>Jalan Cengkeh</b><b><br />
</b>Jalan Cengkeh terletak di Kota Tua Jakarta sebelah utara Kantor Pos, di
samping sebelah timur Pasar Pisang.<br />
<br />
Dahulu jaman penjajahan Belanda, Jalan itu bernama Princenstraat, tetapi umum
juga disebut Jalan Batutumbuh, mungkin karena disana terdapat batu bertulis.
Kawasan sekitar batu prasasti Puernawarman, di Tugu juga biasa disebut Kampung
Batutumbuh.<br />
Pada tahun 1918, di dekat tikungan Jalan Cengkeh ke Jalan Kalibesar Timur, yang
waktu itu bernama Groenestraat, ditemukan batu bertulis peninggalan orang –
orang Portugis, yang biasa disebut padrao. Padrao itu dipancangkan oleh orang –
orang Portugis, menandai tempat akan dibangun sebuah benteng, sesuai dengan
perjanjian yang dibuat antara Raja Sunda dengan perutusan Portugis yang
dipimpin oleh Henriquez de Lemme, yang menurut Sukamto ditandatangani pada
tanggal 21 Agustus 1522. Batu bertulis itu diberi ukiran berupa lencana. Raja
Immanuel. Rupanya de Leme beserta rombongannya belum mengetahui bahwa raja
Portugal tersebut telah meninggal tanggal 31 Desember 1521.<br />
Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa Portugis akan mendirikan benteng di
Banten dan Kalapa. Untuk itu tiap kapal Portugis yang dating akan diberi muatan
lada yang harus ditukar dengan barang – barang keperluan yang diminta oleh
pihak Sunda. Mulai saat benteng dibangun pihak Sunda akan menyerahkan 1.000
karung lada tiap tahun untuk ditukarkan dengan barang – barang yang dibutuhkan
(Sumber: Hageman 1867: Soekamto 1956: Danasasmita 1983)<br />
<br />
<b>Jalan Jaksa</b><b><br />
</b>krn dulu daerah sana tempat nge-kost-nya pelajar2 asal endonesia yg sekolah
hukum belanda…<br />
<br />
<b>Japat</b><b><br />
</b>Japat terletak di sebelah tenggara Pelabuhan Sunda Kalapa, termasuk wilayah
Kelurahan Ancol Utara, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.<br />
<br />
Nama kawasan tersebut berasal dari kata jaagpad. Ada yang mengatakan, kata
jaagpad berarti “Jalan setapak yang biasa digunakan untuk berburu” . Katanya
jaag, dari jagen, artinya “berburu” Pad, artinya “jalan setapak” padahal, kata
jaagpad tidak ada sangkut pautnya dengan berburu, melainkan sebuah istilah
dalam pelayaran perahu. Pada alur sungai atau terusan yang dangkal, perahu yang
melaluinya baru dapat bergerak maju, kalo ditarik. Pada jaman Kompeni Belanda,
bahkan beberapa dasawarsa sebelum pelabuhan Tanjungpriuk dibuat, kapal – kapal
(layar) yang cukup besar bila berlabuh dipelabuhan Batavia, yang sekarang
menjadi Pelabuhan Sunda Kalapa, tidak merapat seperti sekarang, melainkan biasa
membuang sauh masih jauh dilaut lepas. Pengangkutan orang dan barang dari kapal
biasa dilakukan dengan perahu. Untuk mempermudah pendaratan, di sebelah rimur
Pelabuhan Sunda Kalapa sekarang dibuat terusan khusus untuk perahu – perahu pendarat.
Terutama di musim hujan, terusan tersebut biasa menjadi dangkal, dipenuhi
lumpur dari darat bercampur pasir dari laut sehingga perahu kecil pun sulit
melewatinya. Apalagi perahu besar, berlunas lebar, sarat muatan, agar bisa
bergerak maju harus dihela beberapa kuda atau sejumlah orang yang berjalan di
depan perahu, sebelah kiri dan kanan terusan.<br />
Terusan tersebut diuruk pada abad ke- 19, sehingga sekarang sulit untuk
melacaknya. Yang tersisa hanya sebutannya jaagpad yang berubah menjadi japat,
sebagai nama dari kawasan tersebut.<br />
<br />
<b>Jatinegara</b><b><br />
</b>Jatinegara dewasa ini menjadi nama sebuah Kecamatan. Kecamatan Jatinegara,
Kotamadya Jakarta Timur, salah satu pusat Kota Jakarta yang multipusat itu.
Nama Jatinegara baru muncul pada kawasan tersebut, sejak tahun 1942, yaitu pada
awal masa pemerintahan pendudukan balatentara Jepang di Indonesia, sebagai
pengganti nama Meester Cornelis yang berbau Belanda.<br />
<br />
Sebutan Meester Cornelis mulai muncul ke pentas sejarah Kota Jakarta pada
pertengahan abad ke-17, dengan diberikannya izin pembukaan hutan dikawasan itu
kepada Cornelis Senen adalah seorang guru agama Kristen, berasal dari Lontor,
pulau Banda. Setelah tanah tumpah – darahnya dikuasai sepenuhnya oleh kompeni,
pada tahun 1621 Senen mulai bermukim di Batavia, ditempatkan di kampung Bandan.
Dengan tekun ia mempelajari agama Kristen sehingga kemudian mampu
mengajarkannya kepada kaum sesukunya. Dia dikenal mampu berkhotbah baik dalam
bahasa Melayu maupun dalam bahasa Portugis (kreol) Sebagai guru, ia biasa
dipanggil mester, yang berarti “tuan guru”. Hutan yang dibukanya juga dikenal
dengan sebutan Mester Cornelis, yang oleh orang – orang pribumi biasa disingkat
menjadi Mester. Bahkan sampai dewasa ini nama itu nampaknya masih umum
digunakan oleh penduduk Jakarta, termasuk oleh para pengemudi angkot (angkutan
kota).<br />
Kawasan hutan yang dibuka oleh Mester Cornelis Senen itu lambat laun berkembang
menjadi satelit Kota Batavia. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah oleh
Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah Pemerintahan Gemeente (kotapraja) Meester
Cornelis, bersamaan dengan dibentuknya Gemeente Batavia. Kemudian, mulai
tanggal 1 Januari 1936 Gemeente Meester Cornelis digabungkan dengan Gemeente
Batavia.<br />
Disamping kedudukannya sebagai gemeente, pada tahun 1924 Meester Cornelis dijadikan
nama kabupaten, Kabupaten Meester Cornelis, yang terbagi menjadi 4 kewedanaan,
yaitu Kewedanaan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang (Kolonial
Tidschrifft, Maart 1933:1).<br />
Pada jaman Jepang pemerintah pendudukan jepang, nama Meester Cornelis diganti
menjadi Jatinegara, bersetatus sebagai sebuah Siku, setingkat kewedanaan,
bersama – sama dengan Penjaringan, Manggabesar, Tanjungpriuk, Tanahabang,
Gambir, dan Pasar Senen.<br />
Ketika secara administrative Jakarta ditetapkan sebagai Kotapraja Jakarta Raya,
Jatinegara tidak lagi menjadi kewedanaan, karena kewedanaan dipindahkan ke
Matraman, dengan sebutan Kewedanaan Matraman. Jatinegara menjadi salah satu
wilayah Kecamatan Pulogadung, Kewedanaan Matraman (The Liang Gie 1958:144)<br />
<br />
<b>Jatinegara Kaum</b><b><br />
</b>Jatinegara Kaum dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Jatinegara
Kaum, Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur. Disebut Jatinegara Kaum,
karena di sana terdapat kaum, dalam hal ini rupanya kata kaum diambil dari
bahasa Sunda, yang berarti “tempat timggal penghulu agama beserta bawahannya”
(Satjadibrata, 1949:149). Sampai tahun tigapuluh abad yang lalu, penduduk
Jatinegara Kaum umumnya berbahasa Sunda (Tideman 1933:10).<br />
<br />
Dahulu Jatinegara kaum merupakan bagian dari kawasan Jatinegara yang meliputi
hamper seluruh wilayah Kecamatan Pulogadung sekarang. Bahkan di wilayah
Kecamatan Cakung sekarang, terdapat sebuah kelurahan yang bernama Jatinegara,
yaitu Kelurahan Jatinegara.<br />
Dari mana asal nama Jatinegara serta kapan kawasan tersebut bernama demikian,
belum dapat dinyatakan dengan pasti. Yang jelas nama kawasan tersebut baru
disebut – sebut pada tahun 1665 dalam catatan harian (Dagh Register) Kastil
Batavia, waktu diserahkan kepada Pangeran Purbaya beserta para pengikutnya.
Pangeran Purbaya adalah salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan
Banten yang digulingkan dari tahtanya oleh putranya sendiri, Sultan Haji,
dengan bantuan kompeni Belanda pada tahun 1682. Setelah tertawan, Pangeran
Purbaya beserta saudara – saudaranya yang lain, seperti Pangeran Sake dan
Pangeran Sangiang, ditempatkan di dalam benteng Batavia. Kemudian , ditugaskan
untuk memimpin para pengikutnya, yang ditempatkan dibeberapa tempat, seperti
Kebantenan, Jatinegara, Cikeas, Citeurep, Ciluwar, dan Cikalong<br />
Orang – orang Banten yang bermukim di Jatinegara, awalnya dipimpin oleh
Pangeran Sangiang. Karena dianggap terlibat dalam pemberontakan Kapten Jonker,
kekuasaan Pangeran Sangiang di Jatinegara ditarik kembali, dan pada tahun 1680
diserahkan kepada Kiai aria Surawinata, mantan bupati Sampora, kesultanan
Banten (T.B.G. XXX:138) yang setelah menyerah kepada kompeni diangkat menjadi
Letnan, di bawah Pangeran Sangiang. Sampai tahun 1689.Surawinata masih bermukim
di Luarbatang . Setelah Kiai Aria Surawinata wafat, berdasarkan putusan
Pimpinan Kompeni Belanda di Batavia tertanggal 27 Oktober 1699, sebagai
penggantinya adalah putranya, Mas Muahmmad yang Panca wafat, sebagai
penggantinya ditunjuk salah seorang putranya, Mas Ahmad.<br />
<br />
Pada waktu para bupati Kompeni diwajibkan untuk menanam kopi di wilayahnya
masing – masing, penyerahan hasil pertanian itu dari tahun 1721 sampai dengan
tahun 1723. tercatat atas nama Mas Panca. Baru pada tahun 1724 tercatat atas
nama Mas Ahmad. Pada tahun 1740 rupanya Mas Ahmad masih menjadi bupati Jatinegara
atas nama Mas Ahmad.<br />
<br />
<b>Kebantenan</b><b><br />
</b>Kawasan Kebantenan, atau kebantenan, dewasa ini termasuk wilayah Kelurahan
Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.<br />
<br />
Dikenal dengan sebutan Kebantenan, karena kawasan itu sejak tahun 1685
dijadikan salah satu tempat pemukiman orang – orang Banten, dibawah pimpinan
Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa. Tentang
keberadaan orang – orang Banten dikawasan tersebut, sekilas dapat diterangkan
sebagai berikut.<br />
Setelah Sultan Haji (Abu Nasir Abdul Qohar ) mendapat bantuan kompeni yang
antara lain melibatkan Kapten Jonker, Sultan Ageng Tirtayasa terdesak, sampai
terpaksa meninggalkan Banten, bersama keluarga dan abdi – abdinya yang masih
setia kepadanya. Mereka berpencar, tetapi kemudian terpaksa mereka menyerahkan
diri, Sultan Ageng di sekitar Ciampea, Pangeran Purbaya di Cikalong kepada
Letnan Untung (Untung Surapati).<br />
Di Batavia awalnya mereka ditempatkan didalam lingkungan benteng. Kemudian
Pangeran Purbaya beserta keluarga dan abdi – abdinya diberi tempat pemukiman,
yaitu di Kebantenan, Jatinegara, Condet, Citeureup, dan Cikalong.<br />
Karena dituduh terlibat dalam gerakan Kapten Jonker, Pangeran Purbaya dan
adiknya. Pangeran Sake, pada tanggal 4 Mei 1716 diberangkatkan ke Srilangka,
sebagai orang buangan. Baru pada tahun 1730 kedua kakak beradik itu diizinkan
kembali ke Batavia. Pangeran Purbaya meninggal dunia di Batavia tanggal 18
Maret 1732.<br />
Perlu dikemukakan, bahwa disamping Kabantenan di Jakarta Utara itu, ada pula
Kabantenan yang terletak antara Cikeas dengan Kali Sunter, sebelah tenggara
Jatinegara, atau sebelah barat daya Kota Bekasi. Di salah satu rumah tempat
kediaman Pangeran Purbaya yang berada di baratdaya Bekasi itu ditemukan lima
buah prasasti berhuruf Sunda kuno, peninggalan jaman kerajaan Sunda, yang
ternyata dapat sedikit membuka tabir kegelapan Sejarah Jawa Barat.<br />
<br />
<b>Kalimalang</b><b><br />
</b>Karena kali/sungai yg mengalir di spanjang jalan tersebut tidak mengarah
kelaut(utara) melainkan kearah barat(silang/malang)<br />
<br />
<b>Kampung Ambon</b><b><br />
</b>Merupakan penyebutan nama tempat yang ada di Rawamangun, Jakarta Timur.
Nama ini sudah ada sejak tahun 1619. Pada waktu itu JP. Coen sebagai Gubernur
Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat
angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambon mencari bantuan dengan menambah
pasukan dari masyarakat Ambon. Pasukan Ambon yang dibawa Coen dimukimkan orang
Ambon itu lalu kita kenal sebagai kampung Ambom, terletak didaerah Rawamangun,
Jakarta Timur.<br />
<br />
<b>Kampung Bandan</b><b><br />
</b>Merupakan penyebutan nama Kampung yang berada dekat pelabuhan Sunda Kelapa
atau masih dalam Kawasan Kota Lama Jakarta (Batavia) Berdasarkan informasi yang
dapat dikumpulkan terdapat beberapa versi asal – usul nama Kampung Bandan.<br />
Bandan berasal dari kata Banda yang berarti nama pulau yang ada di daerah
Maluku. Kemungkinan besar pada masa lalu ( periode kota Batavia) daerah ini
pernah dihuni oleh masyarakat yang berasal dari Banda. Penyebutan ini sangatlah
lazim karena untuk kasus lain ada kemiripannya, seperti penyebutan nama kampung
Cina disebut Pecinan. Tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean dan
Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (arab), dan lain – lain.<br />
Banda berasal dari kata Banda ( bahasa Jawa) yang berarti ikatan Kata Banda
dengan tambahan awalan di (dibanda) mempunyai arti pasif yaitu diikat. Hal ini
dapat dihubungkan dengan adanya peristiwa yang sering dilihat masyarakat pada
periode Jepang, yaitu pasukan Jepang membaw pemberontak dengan tangan terikat
melewati kampung ini menuju Ancol untuk dilakukan eksekusi bagi pemberontak
tersebut.<br />
Banda merupakan perubahan ucapan dari kataPandan. Pada masa lalu di kampung ini
banyak tumbuh pohon, sehingga masyarakat menyebutnya dengan nama Kampung Pandan<br />
<br />
<b>Kampung Bugis</b><b><br />
</b>Tempat – tempat atau kawasan yang bernama atau pernah disebut Kampung Bugis
awalnya dijadikan perkampungan atau pemukiman sekelompok orang – orang Bugis.
Salah satunya adalah Kampung Bugis di Kelurahan Penjaringan. Kotamadya Jakarta
Utara.<br />
<br />
Kampung Bugis yang terletak di sebelah utara Jalan Pangeran Tubagus Angke, seberang
Kampung Gusti, yang dahulu menjadi tempat pemukiman orang – orang Bali dibawah
pimpinan Gusti Ktut Badalu, pada tahun 1687 secara resmi diserahkan oleh
pimpinanVOC di Batavia kepada Aru Palaka dari Kerajaan Sopeng Sulawesi Selatan.
Aru Palaka rupanya memilih menjadi sekutu Kompeni daripada bersatu dengan
Kerajaan Gowa dibawah pimpinan Sultan Hasannudin.<br />
Kampung Bugis yang terletak di sebelah utara Jalan Pangeran Jayakarta, sebelah
barat tahun 1690, sama seperti Kampung Bugis yang terletak di dekat Patuakan,
di ujung sebelah utara Jembatan lima.<br />
Tidak semua pemukiman kelompok orang – orang Bugis dinamai Kampung Bugis.
Kawasan disebelah utara Tanah Abang yang dahulu dijadikan pemukiman orang –
orang Bugis dibawah pimpinan Aru Patuju dikenal dengan sebutan Petojo (daerah
dekat HARMONI)<br />
<br />
<b>Kampung Gedong</b><b><br />
</b>Dewasa ini kawasan Kampung Gedong mejadi sebuah kelurahan. Kelurahan
Tengah, termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.<br />
<br />
Sebutan Kampung Gedong bagi kawasan tersebut, karena di sana berdiri sebuah
gedung peristirahatan (landhuis) tuan tana, pemilik tanah partikelir Tanjoeng
Oost (Tanjung Timur). Gedung beserta halamannya yang sangat luas. Oleh
pemiliknya dahulu diberi nama Goeneveld, yang berarti lapangan hijau, sesuai
dengan panorama sekelilingnya yang hijau royo – royo. Dari gedung itu sampai
tempat yang sekarang menjadi perempatan Pasar Rebo, Jalan Raya Bogor,
terbentang jalan yang dahulu kanan kirinya ditanam pohon asem (Tamarindus
indica), menambah keasrian pemandangan sekitarnya.<br />
Tuan tanah pertama dari kawasan itu adalah Pieter van de Velde asal Amersfoort,
yang pada pertengahan abad ke-18 berhasil memupuk kekayaan berkat berbagai
kedudukannya yang selalu menguntungkan. Setelah peristiwa pemberontakan Cina
pada tahun 1740, dia berhasil mengusai tanah – tanah Kapten Ni Hu-Kong, yang
terletak di selatan Meester Cornelis (sekarang Jatinegara) sebelah timur Sungai
Ciliwung. Kemudian di tambah dengan tanah – tanah lainnya yang di belinya
sekitar tahun 1750, maka terbentuklah Tanah Partikelir Tanjoeng Oost. Di situ
ia membangun gedung tersebut selesai dibangun. Pemilik kedua adalah Adrian
Jubels.<br />
<br />
Setelah ia meninggal pada tahun 1763, Tanah tanjung Oost dibeli oleh Jacobus
Johannes Craan, yang terkenal dengan seleranya yang tinggi. Pemilik baru itu
mendandani gedung peristirahatan dengan dekorasi berlanggam Lodewijk XV,
ditambah dengan hiasan – hiasan yang bersuasana Cina. Sampai terbakar pada
tahun 1985 sebagian dari ukiran – ukiran penghias gedung itu masih dapat
disaksikan.<br />
Setelah Craan meninggal, Tanjoeng Oost dibeli oleh menantunya Willem Vincent
Helvetius van Riemsdjik, putra Gubernur Jendral Jeremies van Riemsdjik (1775 –
1777).Sampai pecahnya Perang Dunia Kedua, gedung Groeneveld dikuasai turun-
temurun oleh para ahli warisnya, keturunan Vincent Helvetius van Riemsdjik.<br />
<br />
Willem Vincent Helvetius sendiri sejak muda sudah menduduki jabatan yang
menguntungkan, antara lain pada usia 17 tahun sudah menjabat sebagai
administrator Pulau Onrust, jabatan yang menjadi incaran banyak orang, karena
konon sangat “basah” banyak memberi kesempatan untuk memupuk kekayaan.
Kedudukan ayahnya sebagai gubernur Jenderal dimanfaatkan dengan sangat baik,
sehingga kekayaannya makin berkembang. Pada tahun sembilanpuluhan abad ke-18,
tanah – tanah miliknya tersebar antara lain di Tanahabang, Cibinong, Cimanggis,
Ciampea, Cibungbulan, Sadeng, dan dengan sendirinya Tandkoeng Oost atau Tanjung
Timur.<br />
Tanjung Timur mengalami perkembangan yang sangat pesat pada waktu dikuasai oleh
Daniel Cornelius Helvetius, yang berusaha menggalakkan pertanian dan
peternakan. Setelah ia meninggal pada tahun 1860, Groeneveld menjadi milik
putrinya yang bernama, Dina Cornelia, yang menikah dengan Tjalling Ament, asal
Kota Dokkum, Belanda Utara. Ament melanjutkan usaha mertuanya, meningkatkan
usaha pertanian dan peternakan. Pada pertengahan abad ke-19, di kawasan
TanjungTimur dipelihara lebih dari 6000 ekor sapi. Produksi susunya sangat
terkenal di Batavia.<br />
<br />
<b>Kampung Jembatan Lima</b><b><br />
</b>Kampung Jembatan Lima merupakan nama kampung yang sekaligus nama kelurahan
yang ada di wilayah Jakarta Barat. Asal – usul nama kampung Jembatan Lima
berasal dari adanya lima jembatan yang ada di daerah tersebut, jembatan itu
adalah:<br />
• Jembatan yang ada di Jalan Petak Serani (Jl. Hasyim Ashari)<br />
• Jembatan yang ada di dekat bioskop Deni (Jembatan Kedung)<br />
• Jembatan yang ada di Kampung Mesjid ( Jl. Sawah Lio2)<br />
• Jembatan yang ada di Kampung Sawah, gang Guru Mansur (Sawah Lio 1)<br />
Kelima jembatan itu sekarang sudah tidak ada, begitu juga dengan sungainya
sudah tidak ada, karena sudah ditutup (diuruk).<br />
<br />
<b>Kampung Makasar</b><b><br />
</b>Kawasan yang dahulu termasuk Kampung Makasar dewasa ini meliputi wilayah
kelurahan Makasar dan sebagian dari wilayah Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan
Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur.<br />
<br />
Disebut Kampung Makasar, karena sejak tahun 1686 dijadikan tempat pemukiman
orang – orang Makasar, di bawah pimpinan Kapten Daeng Matara (De Haan
1935:373).<br />
<br />
Mereka adalah bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia setelah Kerajaan
Gowa, dibawah Sultan Hasanuddin tunduk kepada Kompeni yang sepenuhnya dibantu
oleh Kerajaan Bone dan Soppeng (Colenbrander 1925, (II):168: Poesponegoro 1984,
(IV):208). Pada awalnya mereka di Batavia diperlukan sebagai budak, kemudian
dijadikan pasukan bantuan, dan dilibatkan dalam berbagai peperangan yang
dilakukan oleh Kompeni. Pada tahun 1673 mereka ditempatkan di sebelah utara
Amanusgracht, yang kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Baru (De Haan
1935:373).<br />
<br />
Mungkin merasa bukan bidangnya, tanah di Kampung Makasar yang diperuntukan bagi
mereka itu tidak mereka garap sendiri melainkan di sewakan kepada pihak ketiga,
akhirnya jatuh ketangan Frederik Willem Preyer (De Haan 1935:373; 1910:57).<br />
<br />
Salah seorang putrid Daeng Matara menjadi istri Pangeran Purbaya dari Banten
yang memiliki beberapa rumah dan ternak di Condet, yang terletak disebelah
barat Kampung Makasar (De Haan 1910:253).<br />
<br />
Perlu dikemukakan, bahwa pada tahun 1810 pasukan orang – orang Makasar oleh
Daendles secara administrative digabungkan dengan pasukan orang – orang Bugis
(De Haan 1925:373).<br />
<br />
Pada awal abad keduapuluhan, menjadi milik keluarga Rollinson (Poesponegoro
1986, (IV):295), “… tanggal 5 April (1916, pen.), yaitu ketika Entong Gendut
memimpin gerombolan orang – orang berkerumun di depan Villa Nova, rumah Lady
Rollinson, pemilik tanah partikelir Cililitan Besar”<br />
<br />
<b>Kampung Melayu</b><b><br />
</b>Kawasan Kampung Melayu merupakan wilayah Kelurahan Kampung Melayu dan
sebagian dari wilayah Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya
Jakarta Timur.<br />
<br />
Kawasan tersebut dikenal dengan sebutan demikian, karena mulai paro kedua abad
ke- 17 dijadikan tempat pemukiman orang –orang Malayu yang berasal dari
Semenanjung Malaka (sekarang Malingsia) dibawah pimpinan Kapten Wan Abdul
Bagus.<br />
<br />
Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus, kelahiran Patani, Thailand Selatan. Ia
terkenal pada jamannya sebagai orang yang cerdas dan piawai dalam melaksanakan
tugas, baik administratif maupun di lapangan sebagai perwira. Boleh dikatakan
selama hidupnya ia membaktikan diri pada Kompeni. Dimulai sebagai juru tulis, kemudian
menduduki berbagai jabatan, seperti juru bahasa, bahkan sebagai duta atau
utusan. Sebagai seorang pria dia sering terlibat dalam peperangan seperti di
Jawa Tengah, pada waktu Kompeni “membantu” Mataram menghadapi Pangeran
Trunojoyo. Demikian pula pada perang Banten, ketika kompeni “membantu “ Sultan
Haji menghadapi ayahnya sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Waktu menghadapi
pemberontakan Jonker, Kapten Wan Abdul Bagus terluka cukup parah. Menjelang
akhir hayatnya ia dipercaya oleh Kompeni untuk bertindak selaku
Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat.<br />
<br />
Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianya genap 90
tahun. Kedudukannya sebagai kapten orang – orang Melayu digantikan oleh
putranya yang tidak resmi, Wandullah, karena ahli waris tunggalnya, Wan
Mohammad, meninggal dunia mendahului ayahnya. Menurut F. De Haan, Ratu Syarifah
Fatimah, yang kemudian terkenal karena membuat Kesultanan Banten geger, adalah
janda dari Wan Mohammad, jadi mantunya Wan Abdul Bagus.<br />
<br />
<b>Kebon Sirih</b><b><br />
</b>Kawasan Kebonsirih dewasa ini menjadi nama kelurahan, Kelurahan Kebon
Sirih, termasuk wilayah Kecamatan Gambir, Kotamadya Jakarta Pusat.<br />
<br />
Dari namanya sudah dapat diperkirakan, kawasan itu dahulu merupakan kebon
sirih. Tanaman merambat, yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Chavica densa
Miq., termasuk famili Piperaceae, itu sampai masa – masa yang belum begitu lama
berselang sangat digemari banyak orang untuk dikunyah – kunyah, istilahnya:
makan sirih. Kelengkapannya antara lain, adalah kapur (sirih), pinang dan
gambir. Dewasa ini sirih lebih banyak digunakan sebagai pelengkap upacara
termasuk upacara ngelamar.<br />
<br />
Belum diperoleh keterangan yang lebih jelas, apakah kawasan tersebut dijadikan
Kebun Sirih sebelum atau sesudah dibangunnya defensilijn (garis pertahanan) Van
de Bosch pada awal abad kesembilanbelas.<br />
<br />
Sekitar pertengahan abad kesembilanbelas Jalan Kebonsirih oleh orang – orang
Belanda biasa disebut: de nieuwe weg achter het koningsplein, atau “alam baru
di belakang koningsplein”. Kemudian, karena di sana tinggal seorang hartawan
yang dermawan, bernama K.F. Holle, mula- mula biasa pula disebut Gang Holle,
kemudian berkembang sesuai dengan perkembangannya menjadi Laan Holle walau nama
resminya Sterreweg. (De Haan 1935:322).<br />
<br />
<b>Kemayoran</b><b><br />
</b>Kawasan Kemayoran dewasa ini meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan
Kemayoran, Kebon Kosong dan Serdang, termasuk wilayah Kecamatan Kemayoran,
Kotamadya Jakarta Pusat.Nama Kawasan tersebut biasa disebut Mayoran, seperti
yang tercantum dalam Plakaatboek (Van der Chijs XIV:536), dan sebuah iklan pada
Java Government Gazette 24 Februari 1816.<br />
<br />
Isaac de Saint Martin tergolong pemilik tanah yang sangat luas tersebar di
beberapa tempat, antara lain di pinggir sebelah timur sungai Bekasi, di Cinere
(dahulu disebut Ci Kanyere) sebelah timur Sungai Krukut di Tegalangus dan di
kawasan Ancol, yang luas seluruhnya berjumlah ribuan hektar. Nama aslinya,
adalah Isaac de I’ Ostale de Saint Martin, lahir tahun 1629 di Oleron, Bearn,
Prancis. Karena sesuatu sebab ia meninggalkan tanah airnya, dan membaktikan
dirinya kepada VOC. Pada tahun 1662 ia tercatat sudah berpangkat Letnan, ikut
serta dalam peperangan di Cochin. Dengan pangkat mayor ia terlibat dalam
peperangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ketika Kompeni “membantu” Mataram
menghadapi Pangeran Trunojoyo. Pada bulan Maret 1682 ia, bersama Kapten Tack,
ditugaskan untuk “ membantu” Sultan Haji menghadapi ayahnya Sultan Ageng
Tirtayasa. Pada waktu berlangsungnya perang itu, ia mulai merasa benci kepada
Kapten Jonker, yang dianggapnya arogan. Demikianlah, setelah perang itu
selesai, dengan berbagai cara ia berusaha agar Jonker dikucilkan. Dan ternyata
usahanya berhasil. Karena merasa dikucilkan, Jonker akhirnya bangkit melawan
Kompeni, walupun gagal.<br />
<br />
Demikianlah, sekilas tentang tokoh yang pangkatnya abadi melekat pada kawasan
yang sebagian menjadi lapangan terbang, dan kemudian dijadikan arena Pekan Raya
Jakarta.<br />
<br />
<b>Krukut</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung yang sekaligus juga nama kelurahan di kecamatan
Taman Sari, Jakarta Barat. Kampung Krukut terletak diantara dua kali,yaitu kali
Ciliwung, dan kali Cideng. Batas – batas kampung Krukut adalah:<br />
<br />
Sebelah Timur Jl. Gajah Mada dan sungai Ciliwung<br />
<br />
Sebelah Selatan Kelurahan Petojo<br />
<br />
Sebelah Barat :Kali krukut (Kali Cideng)<br />
<br />
Sebelah Utara Jl. Kerajinan dan Kelurahan Keagungan.<br />
<br />
Asal – usul nama kampung Krukut mempunyai beberapa versi diantaranya adalah:<br />
Krukut berasal dari sindiran yang di berikan untuk orang yang hidupnya sangat
hemat alias pelit (Krokot). Orang Betawi menyebut orang – orang Arab yang
banyak tinggal dikampung itu dengan istilah Krukut, dengan merubah kata Krokot
menjadi krukut.<br />
Krukut berasal dari kata kerkhof (bahasa Belanda) yang berarti kuburan. Pada
masa lalu kampung tersebut merupakan tempat kuburan masyarakat pribumi (orang
Betawi).<br />
<br />
Karena lokasi kampung yang dekat dengan kota dan pelabuhan Sunda Kelapa, serta
adanya dua kali yang merupakan jalur perdagangan maka banyak pedagang dari Arab
yang bermukim di kampungan ini. Pada masa sekarang banyak dijumpai masyarakat
Betawi, keturunan Arab yang mendiami kampung ini, sehingga ada istilah Arab
Krukut (keturunan Arab dari Krukut).<br />
<br />
<b>Kebayoran</b><b><br />
</b>Kebayoran dulunya tanah Tuan Bayor Belanda<br />
<br />
<b>Karet Tengsin</b><b><br />
</b>Karet Tengsin dulunya adalah Perkebunan karet milik etnis China bernama
Tieng Shin, karna orang pribumi susah nyebutnya jadi Tengsin aja<br />
<br />
<b>Kuningan</b><b><br />
</b>Kuningan adalah dulunya tempat menetapnya seorang Pangeran dari Cirebon
bernama Pangeran Koeningan.<br />
<br />
<b>Kwitang </b><b><br />
</b>Dulu di wilayah tersebut sebagian tanah dikuasai dan dimiliki oleh tuan
tanah yang sangat kaya raya sekali bernama Kwik Tang Kiam. Orang Betawi jaman
dulu menyebut daerah itu sebagai kampung si kwi tang danakhirnya lama-lama
tempat tersebut dinamai kwitang.<br />
<br />
<b>Karet Tengsin</b><b><br />
</b>Marupakan nama kampung yang ada disekitar kampung Tanah Abang. Nama ini
berasal dari nama orang Cina yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama
Tan Teng Sien . Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada masyarakat
sekitar kampung, maka Teng Sien cepat dikenal. Disekitar daerah ini pada waktu
itu banyak tumbuh pohon karet karena masih berupa hutan. Pada waktu Ten Sien
meninggal, banyak masyarakat yang datang melayat. Bahkan ada yang datang dari
luar Jakarta, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur Teng Sien dikenal oleh
masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu sebagai daerah Teng Sien.
Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah ini terkenal sampai
sekarang dengan nama Karet Tengsin.<br />
<br />
<b>Kebayoran</b><b><br />
</b>Kawasan Kebayoran dewasa ini terbagi menjadi dua buah kecamatan, Kecamatan
Kebayoran Baru dan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan.<br />
Kebayoran berasal dari kata kabayuran, yang artinya tempat penimbunan kayu
bayur†(Acer Laurinum Hask., famili Acerinae), yang sangat baik untuk
dijadikan kayu bangunan karena kekuatannya serta tahan terhadap serangan rayap
(fillet 1888: 40). Bukan hanya kayu bayur yang biasa ditimbun dikawasan itu
pada jaman dulu, melainkan juga jenis – jenis kayu lainnya. Kayu kayu
gelondongan yang dihasilkan kawasan tersebut dan sekitarnya diangkut ke Batavia
melalui Kali Krukut dan Kali Grogol, dengan cara dihanyutkan. Berbeda dengan
keadaan sekarang, kedua sungai tersebut pada jaman itu cukup lebar dan berair
dalam.<br />
<br />
<b>Lapangan Banteng</b><b><br />
</b>Pada Masa pennjajahan Belanda disebut Waterlooplein, tidak seluas Lapangan
(Medan) Merdeka yang dahulu disebut Koningsplein, dan sekarang menjadi Lapangan
Monumen Nasional atau Monas Jakarta Pusat.<br />
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Lapangan tersebut dikenal dengan
sebutan Lapngan Singa, karena ditengahnya terpancang tugu peringatan kemenangan
perang di Waterloo, dengan patung singa di atasnya. Tugu tersebut didirikan
pada jaman pemerintahan pendudukan tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka
namanya diganti menjadi Lapangan Banteng, rasanya memang lebih tepat, bukan
saja karena singa mengingatkan kita pada lambang penjajah, tetapi juga tidak
terdapat dalam dunia fauna kita. Sebaliknya, banteng merupakan lambing
nasionalisme Indonesia. Disamping itu, besar kemungkinan pada jaman dahulu
tempat yang kini menjadi Lapangan itu dihuni berbagai macam satwa liar seperti macan,
kijang, dan banteng. Pada waktu J.P. Coen membangun kota Batavia di dekat muara
Ci Liwung, lapangan tersebut dan sekelilingnya masih berupa hutan belantara
yang sebagian berpaya – paya (De Haan 1935:69).<br />
<br />
Menurut catatan resmi, pada tahun 1632 kawasan tersebut menjadi milik Anthony
Paviljoen Sr, dikenal dengan sebutan Paviljoensveld, atau Lapangan Paviljoen
Jr. Agaknya, pemilik kawasan itu lebih suka menyewakannya kepada orang – orang
Cina yang menanaminya dengan tebu dan sayur – mayor, sedangkan untuk dirinya
sendiri ia hanya menyisakan hak untuk berternak sapi. Pemilik berikutnya adalah
seorang anggota Dewan Hindia, Cornelis Chastelein, yang memberi nama
Weltevreden, yang kurang lebih artinya ‘sungguh memuaskan”, bagi kawasan
tersebut setelah berganti – ganti pemilik, termasuk Justinus Vinck yang mulai
pertama membangun Pasar Senen, pada tahun 1767, tanah Weltevreden menjadi milik
Gubernur Jenderal Van der Parra. Pada awal abad ke-19 Weltevreden semakin
berkembang tangsi pasukan infanteri juga berbagai kesenjataan lainnya yang
tersebar sampai ke Taman Pejambon dan Taman du Bus, di belakang kantor
Departemen Keuangan sekarang.<br />
<br />
Pada pertengahan abad ke-19 Lapangan Banteng menjadi tempat berkumpulnya
golongan elit Kota Batavia. Setiap Sabtu sore sampai malam diperdengarkan musik
militer (V.I. van de Wall 1933: 18-19).<br />
<br />
<b>Lebak Bulus</b><b><br />
</b>Lebak artinya kolam, Bulus artinya penyu or kura2,, dinamain lebak bulus
soalnya dulu disini jadi sentral penjualan penyu or kura2 yg di taro di
kolam-kolam.<br />
<br />
<b>Menteng</b><b><br />
</b>Daerah Menteng Jakarta Pusat pada zaman dahulu kala merupakan hutan yang
banyak pohon buah-buahan. Karena banyak pohon buah menteng orang menyebut
wilayah tersebut dengan nama kampung menteng. Setelah tanah itu dibeli oleh
Pemerintah Belanda pada tahun 1912 sebagai lokasi perumahan pegawai pemerintah
Hindia Belanda maka daerah itu disebut menteng.<br />
<br />
<b>Matraman</b><br />
merupakan tempat basisnya sultan agung yang mau menyerang batavia. nah karena
sltan agung drai mataram maka tempat tersebut dikenal dengan mataraman….lama2
sebutan tersebut berubah jadi matraman<br />
<br />
<b>Manggarai</b><b><br />
</b>Kawasan Manggarai dewasa ini terbagi menjadi dua kelurahan, Kelurahan
Manggarai Selatan dan Kelurahan Manggarai Utara, wilayah Kecamatan Tebet,
Kotamadya Jakarta Selatan.<br />
<br />
Nama kawasan itu mungkin diberikan oleh kelompok penghuni awal, yaitu orang –
orang Flores Barat (Murray 1961:38). Mereka menamai tempat pemukimannya yang
baru, Manggarai, sebagai pengikat kenangan pada kampung halaman mereka yang
ditinggalkan.<br />
<br />
Menarik untuk dikemukakan, bahwa sebelum pecahnya Perang Dunia di Manggarai
berkembang sebuah tarian yang disebut lenggo, diiringi orkes yang antara lain
terdiri atas tiga buah rebana biang. Jaap Kunst, seorang ahli etnomusikologi,
dalam bukunya Musik in Java jilid II, menyajikan gambar tarian tersebut. Dewasa
ini tari tersebut, yang namanya berubah menjadi tari belenggo , menjadi salah
satu tari tradisi Betawi dan tersebar di beberapa tempat. Menurut keterangan
dari H. Abdurrahman, mantan Kepala Jawatan Kebudayaan Propinsi Nusatenggara
Timur, di Bima terdapat pula tari jenis itu.namanya pun sama, yakni tari lenggo
tidak mustahil kalo tari belenggo Betawi merupakan perkembangan dari tari
lenggo Bima, melalui orang – orang Flores Barat yang menjadi penghuni awal
kawasan Manggarai adalah bengkel dan stasiun kereta api, serta sebuah kompleks
perumahan yang tertata cukup rapi, berbeda dengan perumahan di sekitarnya yang
tampak dibangun tanpa perencanaan yang cermat.<br />
<br />
<br />
<b>Marunda</b><b><br />
</b>Kawasan Marunda sekarang menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Marunda,
Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Namanya diambil dari nama sungai
yang mengalir di situ, yaitu Kali Marunda.<br />
<br />
Marunda adalah sebutan setempat bagi semacam pohon mangga yang aroma buahnya
wangi menyengat, biasa disebut lembem atau kebembem. Nama ilmiahnya: Mangifera
Laurina BI (Fillet 1888:210).<br />
<br />
Nama kawasan itu mulai disebut – sebut pada pertengahan di tepi sebelah barat
Kali Marunda. Kubu tersebut pada tahun 1664 dipindahkan ke tepi sebelah barat
Kali Bekasi, dikenal dengan sebutan Wagt Barangcassi. Dengan keputusan pimpinan
VOC di Batavia tanggal 19 September 1747, ditetapkan bahwa di Marunda dibangun
lagi kubu pertahanan yang pengurusannya diserahkan kepada Justinus Vinck, Tuan
tanah yang antara lain memiliki Pasar Senen, yang sangat berkepentingan untuk menjaga
rumah peristirahatannya (Landhuis Cilincing) berikut tanah – tanah di
sekitarnya. (De Haan 1911, (II):408).<br />
<br />
<b>Matraman</b><b><br />
</b>Dewasa ini Matraman menjadi nama sebuah kecamatan, Kecamatan Matraman,
Kotamadya Jakarta Timur.<br />
<br />
Mengenai asal – usul namanya, sampai sekarang belum diperoleh keterangan yang
cukup memuaskan. Pada umumnya memperkirakan kawasan itu dahulu dijadikan
perkubuan oleh pasukan Mataram dalam rangka penyerangan Kota Batavia, melalui
darat. Tidak mustahil kalau di kawasan itu dibangun kubu – kubu pasukan dari
Sumedang dan Ukur (Bandung). Pada waktu Mataram menyerang Batavia, Ukur dan
Sumedang merupakan bagian dari Kesultanan Mataram, dan memang diberitakan ikut
berpartisipasi.<br />
<br />
Prof. Dr. Joko Soekiman dalam disertasinya yang kemudian diterbitkan dengan
judul Kebudayaan Indis, menyatakan bahwa. “Di JakartaMatraman merupakan tempat
tinggal Tuan Matterman “ (Soekiman 2000:217) tanpa keterangan lebih lanjut
mengenai sumbernya.<br />
<br />
Dugaan lainnya, nama tersebut adalah warisan pengikut Pangeran Diponegoro,
sebagaimana ditulis oleh Mohammad Sulhi dalam Majalah Intisari Juni 2002,
dengan Judul Betawi yang Tercecer di Jalan. Dugaan ini mungkin melesat, karena
jauh sebelum Perang Diponegoro, pada tahun 1789 Matraman sudah disebut – sebut
sebagai milik tuan tanah David Johannes Smith (De Haan 1910, (I):64). Menurut
F. de Haan dalam bukunya yang berjudul Oud Batavia, kawasan itu diberikan
kepada orang – orang Jawa dan Mataram ( De Haan 1935:67) mungkin setelah
Mataram berada di bawah pengaruh Kompeni, menyusul ditandatanganinya perjanjian
antara Mataram dengan VOC tertanggal 28 Februari 1677 (Colenbrander 1925:173).
Mungkin orang – orang Mataram yang ditempatkan dikawasan itu, adalah mereka
yang pada pertengahan abad ketujuhbelas diberitakan berada disekitar Muaraberes
sampai di kawasan Karawang (De Haan 1910, 1:262). Di antara mereka mungkin ada
yang mempunyai keahlian, sebagai pengrajin barang – barang dari perunggu, atau
gangsa, mereka membuka usaha di tempat yang kini dikenal dengan nama
Pegangsaan.<br />
<br />
<br />
<b>Pademangan</b><b><br />
</b>Pademangan yang bersebelahan dengan Kemayoran adalah dua daerah yang
dipimpin oleh Demang Betawi (lokal) dan Mayor (londo)..<br />
<br />
<br />
<b>Pancoran</b><b><br />
</b>Pancoran terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari Kotamadya
Jakarta Barat. Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun
1670 dibangun semacam waduk atau aquada tempat penampungan air dari kali
Ciliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dari ketinggian
kurang lebih 10 kaki.<br />
<br />
Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yang menjajakannya
disepanjang saluran saluran (grachten) di kota. Dari tempat itu pula kelasi-
kelasi biasa mengangkut air untuk kapal kapal yang berlabuh agak jauh dilepas
pantai, karena dipelabuhan Batavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang
mengambil air dari sana, sering kali mereka harus antri berjam jam. Tidak
jarang kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang barang yang mereka
selundupkan.<br />
<br />
Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastil melalui
Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Durven (1728 -1732), tetapi dilaksanakan pada awal masa Van Imhoff
berkuasa (1743 – 1750). Dengan demikian maka pengambilan air untuk keperluan
kapal menjadi tidak terlalu jauh sampai melewati kota.<br />
<br />
Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota (Stadhuis)
dibuat pula air mancur. Sisa sisa salurannya masih ditemukan pada tahun 1882,
yang ternyata berbentuk balok kayu persegi empat yang dilubangi, disambung sambung
satu sama lain direkat dengan timah (De Haan 1935; 299 300).<br />
<br />
<b>Pasar Baru</b><b><br />
</b>Merupakan nama sebuah pasar yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Sebutan nama
Pasar Baru, karena pasar ini merupakan pasar yang ada belakangan setelah
lingkungan sektor lapangan Gambir dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels.
Daerah yang dibangun oleh Daendels sebagai pusat pemerintahan Hindi Belanda
yang baru, daerah ini disebut Weltevreden ( tempat yang menyenangkan).
Disekitar weltevreden telah ada pasar seperti pasar Tanah Abang dan Pasar
Senen. Untuk membedakan satu sama lain, Daendels menyebut pasar itu sebagai
Pasar Baru. (Yang baru dibangun).<br />
<br />
<b>Ragunan</b><b><br />
</b>Kawasan Ragunan dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan, Kelurahan Ragunan,
termasuk wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Kotamadya Jakarta Selatan. Nama
Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna, yaitu gelaran yang disandang tuan tanah
pertama kawasan itu, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang diperolehnya dari Sultan
Banten Abunasar Abdul Qahar, yang biasa disebut Sultan Haji, putra Sultan Ageng
Tirtayasa.<br />
<br />
<b>Pasar Rumput</b><b><br />
</b>dulunya tempat berkumpulnya tukang rumput yg menjualnya untuk kalangan
meneer Belanda yg tinggal di kampung elit, Menteng.<br />
<br />
<b>Paal Meriam</b><b><br />
</b>Merupakan nama tempat yang terletak di antara perapatan Matraman dengan
Jatinegara. Asal usul nama tempat ini berasal dari suatu peristiwa sejarah yang
terjadi sekitar tahun 1813. Pada waktu itu pasukan artileri meriam Inggris
mengambil tempat di daerah ini untuk posisi meriam yang siap ditembakkan.
Pasukan meriam Inggris disiapkan didaerah ini untuk melakukan penyerangan ke
kota Batavia. Peristiwa tersebut sangat berkesan bagi masyarakat sekitar daerah
itu, sehingga menyebut daerah ini dengan sebutan tempat paal meriam (tempat
meriam disiapkan).<br />
<br />
Cerita lain menyebutkan bahwa pada waktu Gubernur Jenderal Daendels membuka
jalan yang disebut dengan jalan trans Jawa dari Anyer (Banten) ke Panarukan
(Jawa Timur), daerah paal meriam ini dipasang patok jalan yang terbuat dari
meriam yang sudah tidak terpakai. Masyarakat setempat sering melihat meriam
tersebut sebagai patok jalan atau disebut juga paal jalan yang terbuat dari
meriam, maka daerah itu disebut dengan paal meriam.<br />
<br />
<b>Pajongkoran</b><b><br />
</b>Wilayah Kelurahan Koja Selatan, Kecamatan Tanjungpriuk, dan Wilayah
Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara, sampai akhir
tahun enampuluhan abad ke-20 lalu dikenal dengan sebutan Pajongkoran. Entah apa
sebabnya nama itu dihilangkan dan peta – peta yang terbit kemudian.Kawasan
tersebut dikenal dengan nama Pajongkoran, karena dari tahun 1676 sampai tahun
1682 dikuasai olehKapten Jonker, seorang kepala pasukan orang- orang Maluku
yang mengabdi kepada VOC.<br />
<br />
Kata Jonker bukanlah nama diri, melainkan gelaran, yaitu padanaan dari tamaela,
gelaran kehormatan di Ambon pada jaman itu. Pada sebuah akte tertanggal 22
Nopember 1664, namanya ditulis JonckerJouwa de Manipa (De Haan 1919:228 – 229).<br />
<br />
Tanah seluas itu diberikan sebagai hadiah bagi jasa – jasanyadi berbagai medan
perang, seperti di Timor, Srilangka di bawah Van Goens di Sumatera Barat di
bawah Poleman, di Sulawesi Selatan di bawah Speelman, di Jawa Timur pada waktu
Kompeni “membantu” Mataram memadamkan pemberontakan Pangeran Trunojoyo, di
Palembang dan terakhir pada peperangan di Banten, waktu Kompeni “membantu”
Sultan Haji melawan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (De Haan 1935:372). Pada
tahun 1682 (Poespo Negoro 1984, (III):71).<br />
<br />
Menjelang akhir hayatnya, Jonker merasa disia – siakan disamping mendapat
tekanan – tekanan dari pejabat – pejabat Belanda yang tidak menyenanginya,
seperti Mayor Isaac de Saint Martin, yang memimpin Kompeni ke Banten, sebelum
pasukan yang dipimpin Jonker terlibat dalam peperangan itu. Pada tahun1689,
dengan tuduhan akan berbuat makar, tempat kediamannya diserbu, Jonker sendiri
menemui ajalnya dengan tragis.<br />
<br />
<b>Paseban</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung sekaligus nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta
Pusat. Paseban berasal dari kata yang artinya tempat berkumpul, yaitu tempat
berkumpulnya pasukan Sultan Agung dari Jawa Tengah dalam penyerangan Kota
Batavia pada tahun 1628 – 1629. Letak kampung Paseban dekat dengan kampung
Matraman yang memiliki sejarah asal – usul yang sama.<br />
<br />
<b>Pegangsaan</b><b><br />
</b>Pegangsaan dewasa ini menjadi nama kelurahan, termasuk, wilayah Kecamatan
Menteng, Kotamadya Jakarta Pusat.<br />
<br />
Dalam Majalah Intisari Juni 2002, Mohammad Sulhi menyatakan dugaannya, bahwa
Pegangsaan, yang terkenal sebagai tempat diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, “dulunya tempat angon atau pemeliharaan
angsa”. Dugaan demikian mungkin saja benar, seperti halnya dugaan lainnya.<br />
<br />
Kemungkinan lainnya, kawasan tersebut dahulunya menjadi tempat pengrajin barang
– barang dari perunggu, atau gangsa. Tempatnya biasa disebut pegangsan atau
pegangsaan. Para pengrajin itu akhir abad ketujuhbelas membuka kawasan Matraman
(De Haan 1935:67). Di Kota Bogor, tempat yang dahulunya dihuni oleh orang –
orang Jawa pengrajin barang – barang dari tembaga dinamai Paledang, sampai
sekarang (Danasasmita 1983:89).<br />
<br />
<b>Pasar Rumput</b><b><br />
</b>Merupakan sebutan nama pasar yang sekarang lokasinya ada di Jalan Sultan
Agung Jakarta Selatan. Pasar ini sekarang telah menyatu dengan pasar
Manggarai.Asal mula penyebutannya Pasar Rumput ini berasal dari adanya para
pedagang pribumi yang menjual rumput dan sering mangkal dilokasi itu.<br />
<br />
Para pedagang rumput terpaksa mangkal dilokasi ini karena mereka tidak
diperbolehkan masuk ke permukiman elit Menteng. Masyarakat Menteng banyak yang
memelihara kuda sebagai sarana angkutan dan masa itu sado merupakan sarana
angkutan yang banyak membawa penumpang orang kaya keluar masuk lingkungan Menteng.<br />
<br />
Walaupun para pedagang rumput sudah tidak dapat ditemukan lagi di pasar rumput
masyarakat Jakarta sangat akrab dengan sebutan nama Pasar Rumput. Kalau di
pasar burung kita dapat membeli burung, di pasar buah kita dapat membeli buah,
namun di Pasar Rumput kita tidak dapat membeli rumput karena pedagangnya tidak
ada yang menjual rumput.<br />
<br />
<b>Pasar Boplo</b><b><br />
</b>Merupakan nama pasar yang terletak di lokasi pemukiman elit Menteng
Jakarrta Pusat. Nama pasar ini berasal dari kata dalam bahasa Belanda bouwploeg
yang berarti tempat menjual alat bajak untuk mengolah pertanian. Pada masa lalu
pasar ini tempat menjual alat – alat pertanian dan yang paling banyak dijual
adalah alat bajak untuk mengolah sawah.<br />
<br />
Kata boplo mungkin juga berasal dari sebutan kantor jawatan Pekerjaan Umum masa
pemerintahan Belanda yang berada di dekat lokasi pasar. Kantor jawatan
pekerjaan umum itu bernama jawatan Bouwploeg yang sekarang kantor itu berubah
fungsi menjadi mesjid Cut Mutia<br />
<br />
<b>Pasar Genjing</b><b><br />
</b>Merupakan sebutan nama sebuah pasar kecil yang sekarang terletak di
persimpangan jalan Pramuka dan jalan Utan Kayu di Jakarta Timur. Nama genjing
berasal dari sebutan pohon besar yang ada dilokasi pasar.<br />
<br />
Bagi masyarakat yang berasal dari Jawa, pohon ini disebut dengan pohon sengon.
Sedangkan bagi masyarakat dari suku Sunda pohon ini disebut pohon jeungjing.<br />
<br />
Karena sulit menyebut nama pohon ini dengan sebutan dari suku Sunda, maka
masyarakat Betawi menyebutnya dengan sebutan genjing.<br />
<br />
<b>Pejagalan</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung dan sekarang diabadikan menjadi nama jalan Pejagalan
di Kelurahan Pekojan, Jakarta Barat. Nama Pejagalan berasal dari kata jagal
atau pemotongan hewan. Pada masa lalu di kampung Pejagalan banyak tinggal orang
keturunan Arab dan Pakistan. Mereka senang memasak nasi kebuli yang bahan bakunya
adalah beras dan daging kambing karena banyak dan seringnya memotong hewan
kambing, maka daerah ini disebut dengan kampung Pejagalan.<br />
<br />
<b>Petojo</b><b><br />
</b>Kawasan Petojo dewasa ini meliputi dua kelurahan, yaitu Kelurahan Petojo
Utara dan Kelurahan Petojo Selatan, termasuk wilayah Kecamatan Gambir,
Kotamadya Jakarta Pusat.<br />
<br />
Petojo berasal dari nama seorang pemimpin orang – orang Bugis yang pada tahun
1663 diberi hak pakai kawasan tersebut, bernama Aru Petuju.<br />
<br />
Perubahan dari petuju menjadi petojo, tampaknya lazim di Batavia pada waktu
itu, seperti halnya kata pancuran, kemudian diucapkan jadi pancoran.<br />
<br />
Beberapa tahun sebelum bermukim di kawasan yang terletak di sebelah barat Kali
Krukut itu, Aru (Arung) Petuju bersama dengan Pangeran dari Bone Aru (Arung)
Palaka, menyingkir ke Batavia, setelah gagal melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa, yang telah lama dilakukannya.
Dengan demikian terjalinlah kerjasama antara Aru(ng) palaka dengan Belanda
dalam menghadapi Sultan Hasanuddin. Kerjasama antara dua kekuatan itu berhasil
mengakhiri kekuatan Gowa atas Bone. Sultan Hasanuddin terpaksa harus menerima
kenyataan, bahwa Belanda akan memegang, monopoli perdagangan di Sulawesi
Selatan. (Poesponegoro 1984 (IV):208).<br />
<br />
Sebagaimana umumnya tanah – tanah yang semula dikuasai oleh sekelompok orang
dibawah pemimpin masing – masing, kawasan Petojo juga kemudian beralih tangan.
Pada tahun 1816 kawasan Petojo sudah dimiliki oleh willem Wardenaar, di samping
tanah – tanah di daerah – daerah lainnya, seperti Kampung Duri dan Kebon Jeruk
yang pada waktu itu biasa disebut Vredelust (De Haan 1910:101).<br />
<br />
<b>Penjaringan</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung dan sekaligus nama Kelurahan dan nama Kecamatan yang
terletak disebelah Utara Pelabuhan Sunda Kelapa. Nama ini berasal dari sebutan
tempat yang banyak memproduksi jarring untuk keperluan para nelayan teluk
Jakarta.<br />
<br />
Cerita lain ada juga yang menyebutkan bahwa nama penjaringan berasal dari
tempat yang banyak terdapat jaring – jaring nelayan yang sering di jemur atau
jaring yang sedang diperbaiki oleh nelayan. Melihat lokasi ini dekat dengan
pantai, maka dua cerita tersebut bias saja menjadi asal – usul kata
Penjaringan. Karena luasnya wilayah yang mencakup daerah penjaringan, maka
sekarang kita mengenal kecamatan yang bernama Kecamatan Penjaring<br />
<br />
<b>Petamburan</b><b><br />
</b>Merupakan salah satu nama kelurahan yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Pada
masa lalu rumah penduduk masih jarang dan masih banyak tumbuh pohon jati
disekitar daerah ini. Pada suatu waktu terjadi peristiwa yang menjadikan peristiwa
tersebut sebagai cikal bakal nama tempat ini. Peristiwa itu adalah meninggalnya
seorang penabuh tambur didaerah ini dan dimakamkan di bawah pohon jati,
sehingga nama kampung ini sebenarnya adalah Jati Petamburan.<br />
<br />
<b>Pejambon</b><b><br />
</b>Pejambon merupakan sebutan kampung yang bersebelahan dengan kampung Gambir.
Kampung ini baru ada sejak Daendels membuka daerah ini dengan sebutan kawasan
Weltevreden. Kata Pejambon berasal dari singkatan Penjaga Ambon. Penjagaan
tersebut berada disebuah jembatan yang melintasi kali Ciliwung dan penjaganya
adalah orang Ambon. Setelah dibangunnya gereja Imanuel di lingkungan kampung
ini banyak tinggal masyarakat dari golongan nasrani (beragama Kristen) dari
suku Ambon, Jawa dan Batak. Sekarang kampung Pejambon termasuk dalam kawasan
Kelurahan Gambir.<br />
<br />
<b>Pekojan</b><b><br />
</b>Merupakan nama Kampung, sekaligus nama Kelurahan yang terdapat di wilayah
Jakarta Barat. Pekojan berasal dari kata Koja (Khoja) yang mengacu kepada nama
tempat yang ada di India. Penduduk Koja pada umumnya adalah orang India yang
senang berdagang, Orang Koja dalam berdagang sekaligus menyiarkan agama Islam.<br />
<br />
Karena banyaknya orang India yang umumnya mempunyai pekerjaan berdagang yang
bermukim di daerah ini, maka Kampung ini disebut dengan Pekojan atau tempat
tinggal orang Koja.<br />
<br />
<b>Pluit</b><b><br />
</b>Kawasan Pluit yang kini dikenal dengan perumahan mewahnya itu merupakan
sebuah kelurahan, Kelurahan Pluit, termasuk wilayah Kecamatan Penjaringan,
Kotamadya Jakarta Utara.<br />
<br />
Menurut peta yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau Batavia, 1903, lembar H
II dan III, demikian pula pada peta Plattegrond van Batavia, yang dibuat oleh
Biro Arsitek di Batavia sekitar tahun 1935, sebutan bagi kawasan itu adalah
Fluit, lengkapnya Fluit Muarabaru. Menurut kamus Belanda – Indonesia
(Wojowasito, 1978:196), fluit berarti:<br />
<br />
1. “suling”; 2. “bunyi suling”; 3. “roti panjang – sempit “.<br />
<br />
Rupanya nama kawasan itu tidak ada hubungannya dengan suling, atau pluit
semacam pluit wasit sepakbola, atau pluit polisi lalu – lintas. Demikian pula
dengan roti panjang – sempit. Ternyata nama kawasan tersebut berasal dari kata
fluit, yang lengkapnya: fluitschip, yang berarti “kapal (layar) panjang
berlunas ramping”, seperti yang dijelaskan dalam verklarend Handwoordenboek der
Nederlandse Taal (Koenoen – Endepols, 1948:281). Sekitar tahun 1660 di pantai
sebelah timur muara. Kali Angke diletakan sebuah fluitschip, bernama Het Witte
Paert, yang sudah tidak laik laut, dijadikan kubu pertahanan untuk membantu
Benteng Vijhoek yang terletak di pinggir Kali Grogol, sebelah timur Kali Angke,
dalam rangka menanggulangi serangan serangan sporadis yang dilakukan oleh
pasukan bersenjata Kesultanan Banten. Kubu tersebut kemudian dikenal dengan
sebutan De Fluit (De Haan 1935:104).<br />
<br />
Sebutan Fluit yang berubah menjadi Pluit, ternyata berlanjut sampai dewasa ini,
mengingatkan kita pada suasana sekitar pertengahan abad ke-17.<br />
<br />
<b>Pondok Cina</b><b><br />
</b>Merupakan sebutan nama untuk kampung yang ada di perbatasan Jakarta dengan
daerah Depok Jawa Barat. Menurut sejarah nama Pondok Cina berasal dari sebutan
tempat tinggal sementara bagi orang – orang Cina yang mengelola tanah pertanian
yang ada disekitar Depok. Karena jarak Depok dengan Batavia cukup jauh, maka
diperlukan pemondokan sementara bagi pekerja penggarap tanah partiklelir
tersebut. Pondokan itu dibangun dilokasi kampung Pondok Cina sekarang.<br />
<br />
<b>Pondok Gede</b><b><br />
</b>Merupakan penyebutan wilayah yang ada dipinggiran sebelah Timur Jakarta
yang berbatasan dengan daerah Bekasi. Yang tersisa sekarang adalah penyebutan
untuk Pasar Pondok Gede. Nama Pondok Gede berasal dari sebuah bangunan besar
yang disebut dengan Landhuis. Bangunan Landhuis adalah rumah besar yang
terletak dipinggiran kota sebagai tempat tinggal dan sekaligus sebagai tempat
pengurus usaha pertanian dan peternakan.<br />
<br />
Sekitar tahun 1775 lokasi ini adalah lahan pertanian dan peternakan yang
disebut juga dengan anderneming. Pondok Gede adalah milik tuan tanah yang
bernama Johannes Hoojiman yang kaya raya. Bangunan pondok gede merupakan satu –
satunya bangunan rumah besar yang ada dilokasi tersebut dan bagi masyarakat pribumi
sering disebut pondok gede.<br />
<br />
<b>Pondok Labu</b><b><br />
</b>Kawasan Pondok Labu dewasa ini menjadi sebuah Kelurahan dengan nama yang
sama, termasuk wilayah Kecamatan Cilandak Kotamadya Jakarta Selatan.<br />
<br />
Nama kawasan itu diambil dari kata majemukondok dan labu. Pondok berarti
“gubuk”, atau “dangau – dangau tempat pemondokan atau ‘ tempat penginapan
sementara”. Labu adalah nama beberapa macam tanaman merambat, antara lain labu
yang bahasa ilmiahnya Lagenaria hispida Ser.<br />
<br />
Famili Cucurbitaceae, yaitu labu besar yang biasa dimakan (Fillet 1888: 193).
Kata majemuk pondok- labu dapat berarti “pondok atau gubuk yang dirambati (
tanaman) labu”<br />
<br />
Kawasan Pondok Labu baru disebut – sebut pada tahun 1803 sebagai milik Pieter
Walbeck, disamping Cinere dan Lebak Bulus yang pada jaman dulu oleh orang –
orang Belanda biasa Simplicitas (baca Simplisitas). Di kawasan Pondok Labu tuan
tanah tesebut mempunyai penggilingan padi dan sebuah rumah peristirahatan yang
diberi nama Simplicitas (De Haan 1910, (I):103). Pada peta yang dibuat oleh Topographisch
Bureau, Batavia 1900, penggilingan padi dan rumah peristirahatan itu terletak
tidak begitu jauh dari Kali Pesanggrahan sebelah utara Rempoa.<br />
<br />
<b>Pondok Rangon</b><b><br />
</b>Merupakan nama kampung yang ada diperbatasan Jakarta dengan Bekasi di
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Wilayah Pondok Rangon cukup luas dengan
batasnya:<br />
-Sebelah Utara berbatasan dengan markas Hankam Cilangkap<br />
-Sebelah Barat berbatasan dengan jalan Jagorawi dan<br />
-Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Sunter dan Pondok Gede<br />
<br />
Asal – Usul nama Kampung Pondok Rangon berdasarkan cerita lisan masyarakat
adalah sebagai berikut. Pada masa lalu ada seorang lelaki tua (aki – aki) yang
bermukim disuatu tempat dengan seorang nenek – nenek yang ditemukan ditempat
tersebut tanpa melalui perkimpoian. Bagi masyarakat Sunda menyebut kehidupan
kakek nenek itu dengan istilah Rangon. Karena kakek nenek itu tinggal disuatu
pondok, maka masyarakat menyebut tempat itu dengan nama pondok rangon.<br />
<br />
<b>Senayan</b><b><br />
</b>Dulu daerah senayan adalah milik seseorang yang bernama wangsanaya yang
berasal dari Bali. Tanah tersebut disebut orang-orang dengan sebutan
wangsanayan yang berarti tanah tempat tinggal atan tanah milik wangsanaya.
Lambat laun akhirnya orang menyingkat nama wangsanayan menjadi senayan.<br />
<br />
<b>Tanah Abang</b><b><br />
</b>Tanah Abang dulunya tanah sekitar situ berwarna merah (abang dlm bhs jawa
artinya merah). awal mulanya bernama Tenabang. Sekarang tanah abang berwarna
“emas” karena mahalnya tanah disana.<br />
<br />
<b>Tegal Parang</b><b><br />
</b>di sana banyak ditemukan alang2 tinggi (tegalan) yg di potong dgn parang(golok).<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7036114175076329572.post-45343525582741479532012-10-26T23:12:00.001-07:002012-10-29T11:29:36.248-07:00SEJARAH SINGKAT JAKARTA<div style="text-align: center;">
<b>SEJARAH SINGKAT JAKARTA</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDzyZOJKoPxAcn0FbfuWHd_9R8vfi5gs-tMkN2uU_PDhwdrKevXMGYfWlaQfewwxjIPUdX706_tsN8rImGjaoB_122dtrJbrqolccGda4YPrCHUx9Km0W4FqpufJw1vuIjUsxRyrzHk1c/s1600/selamat+datang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDzyZOJKoPxAcn0FbfuWHd_9R8vfi5gs-tMkN2uU_PDhwdrKevXMGYfWlaQfewwxjIPUdX706_tsN8rImGjaoB_122dtrJbrqolccGda4YPrCHUx9Km0W4FqpufJw1vuIjUsxRyrzHk1c/s320/selamat+datang.jpg" width="160" /></a>Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota
negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang
memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau
Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta
(1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta
(1942-1972).<br />
<br />
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 9.607.787 jiwa (2010). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia
atau urutan keenam dunia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS7y8XpK7G8hgBu-Wr1tNVy5BVDWampYozeaBnypsWCz44bSo-GoOQ4DK4jgi7lnA3jpGjdawA8shaz_qjvnu3OJXVIfCrupo0VQbFrf7NbH7-s8e_50Akp4tM0T1GymrHp3qDHUUFiMY/s1600/1347813213431133306.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhS7y8XpK7G8hgBu-Wr1tNVy5BVDWampYozeaBnypsWCz44bSo-GoOQ4DK4jgi7lnA3jpGjdawA8shaz_qjvnu3OJXVIfCrupo0VQbFrf7NbH7-s8e_50Akp4tM0T1GymrHp3qDHUUFiMY/s320/1347813213431133306.jpg" width="160" /></a>Nama Jakarta digunakan sejak masa penjajahan Jepang tahun 1942, untuk
menyebut wilayah bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1905. Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata
Jayakarta, yang diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan
Fatahillah (Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa
pada tanggal 22 Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota
kemenangan" atau "kota kejayaan", namun sejatinya artinya ialah
"kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha".<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ23Lno3pMalL9rYJBU_QriSZ3jTd81QYYXvryvy4Q4zKV_tAjcqhy6h9G2_HSTAE4nRKHTE_50j9S6HBi7Cuab_kmcmVL_G6QEBc8UA0UK_ajcDW5FNid82N6vpfuuaT1Y7PsjhZXTVM/s1600/selamatdtng.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ23Lno3pMalL9rYJBU_QriSZ3jTd81QYYXvryvy4Q4zKV_tAjcqhy6h9G2_HSTAE4nRKHTE_50j9S6HBi7Cuab_kmcmVL_G6QEBc8UA0UK_ajcDW5FNid82N6vpfuuaT1Y7PsjhZXTVM/s320/selamatdtng.jpg" width="160" /></a><br />
Bentuk lain ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis
João de Barros dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan
"Xacatara dengan nama lain Caravam (Karawang)". Sebuah dokumen
(piagam) dari Banten <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang dibaca ahli
epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah wong Jaketra, demikian pula
nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat Sultan Banten dan Sajarah Banten
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sebagaimana diteliti Hoessein
Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran
Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Sunda Kelapa (397–1527)<br />
</b><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivxnrZirBULPsNitPCLwS4kAShbZsfpAvSriI9Xwme1GMHl6W1fqxB5XmEpyRmCoSEaNbYbuJIi0j-qwP6ZUe7F__25QrVI-rHx2vqxARVISA3Jic6tnXYO3d__nI-XTmWZ5jkjO59X8s/s1600/Foto+foto+Jakarta+tempo+dulu+zaman+penjajahan+Sejarah+Kota+jakarta+%252813%2529.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="136" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivxnrZirBULPsNitPCLwS4kAShbZsfpAvSriI9Xwme1GMHl6W1fqxB5XmEpyRmCoSEaNbYbuJIi0j-qwP6ZUe7F__25QrVI-rHx2vqxARVISA3Jic6tnXYO3d__nI-XTmWZ5jkjO59X8s/s200/Foto+foto+Jakarta+tempo+dulu+zaman+penjajahan+Sejarah+Kota+jakarta+%252813%2529.webp" width="200" /></a>Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang
bernama Sunda Kalapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan
Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang
Bogor) dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan.
Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang
dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan
Cimanuk. Sunda Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan
yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut
dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota)
dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak
abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut
Sundapura.<br />
<br />
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk.
Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur
Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen,
kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar
dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Jayakarta (1527–1619)<br />
</b><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVvWwV5q6x5u_9eHuYP_6-5f2mtAulcdVfQlA1hGYkLDJ4-gxnvzpIQtJCGql92L9nbpu7r-xu8bB0Ij3pDq6eZqZ_tiRVrcfQdPBoNfR3pKuE9p4dumredEgEjXH9nSF0u-cOa7KAiFo/s1600/glodok_tempo_doeloe.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVvWwV5q6x5u_9eHuYP_6-5f2mtAulcdVfQlA1hGYkLDJ4-gxnvzpIQtJCGql92L9nbpu7r-xu8bB0Ij3pDq6eZqZ_tiRVrcfQdPBoNfR3pKuE9p4dumredEgEjXH9nSF0u-cOa7KAiFo/s320/glodok_tempo_doeloe.webp" width="150" /></a>Bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada
abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka
untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan
serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya
permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan
oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana
Surawisesa diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum
pendirian benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung
menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi,
karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan
membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan
hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta, pada tahun
1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh
Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi
Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung
Jati dari Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada
putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan
Banten.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Batavia (1619–1942)<br />
</b><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEkxVo-PFtrYrr40Ofd5MdPRtPBfiqHvI54FfH7NL2yn7yZ8btDaXN6lTdXTwflpdhIXzOSLkB97otHzpUpnuqvUW_WY-lo49iJm9T1HjuxmuR8qxXYZpKWYqXCfUk0TcByCfJOqzBUZw/s1600/jatinegara_tempo_doeloe.webp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEkxVo-PFtrYrr40Ofd5MdPRtPBfiqHvI54FfH7NL2yn7yZ8btDaXN6lTdXTwflpdhIXzOSLkB97otHzpUpnuqvUW_WY-lo49iJm9T1HjuxmuR8qxXYZpKWYqXCfUk0TcByCfJOqzBUZw/s320/jatinegara_tempo_doeloe.webp" width="150" /></a>Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di
Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran
Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh
Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan
Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi
Belanda, Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan
kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari
mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar,
India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk
komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya
mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara.
Sebelum kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal
di wilayah Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku
dari etnis pendatang, pada zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah
komunitasnya masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas
itu seperti Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung
Bali, dan Manggarai.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9ZOmc5tGUsPK8SSjN3aAOOTn4FAvTr0_Vv40a9sSNGoX68XRrRcYWkJdNLaLHm0tm6f-FVsL4h-MdOttQ5CMCkKWNEnsAKAtKLESToEmnM5haT1w63qrB3TNuLilWe3hB6_Oo2jae-os/s1600/tempodulu.webp" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9ZOmc5tGUsPK8SSjN3aAOOTn4FAvTr0_Vv40a9sSNGoX68XRrRcYWkJdNLaLHm0tm6f-FVsL4h-MdOttQ5CMCkKWNEnsAKAtKLESToEmnM5haT1w63qrB3TNuLilWe3hB6_Oo2jae-os/s320/tempodulu.webp" width="150" /></a>Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya
5.000 orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa
yang lari ke luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.Dengan
selesainya Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah
selatan. Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau
gemeente, yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda
membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi
Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester
Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.<br />
<br />
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk
pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau
Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi
pertama yang dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan
tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926
No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi
salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg
(Bogor), Priangan, dan Cirebon.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Jakarta (1942–Sekarang)<br />
</b><br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV1-ijWkLnXTuFWGWYgyjsd99zK0dVKsXw5_UVZ0bOE6b95SyDbakXn1BwXTUcRD91QxJ3A8TpgPsM-h7wpR1GoDCvEa-_dqbwng2NnoUHvctjZGZ5iL_y-5-L2JDhLisMQ4KuLwxL3w0/s1600/monas.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhV1-ijWkLnXTuFWGWYgyjsd99zK0dVKsXw5_UVZ0bOE6b95SyDbakXn1BwXTUcRD91QxJ3A8TpgPsM-h7wpR1GoDCvEa-_dqbwng2NnoUHvctjZGZ5iL_y-5-L2JDhLisMQ4KuLwxL3w0/s320/monas.jpg" width="150" /></a>Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia
menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini
juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan
tahun 1949.<br />
<br />
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada
tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di
bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin
oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo,
seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung
oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah
Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat
oleh Sumarno.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigbgfum_ee4Wm0PVLB0O3lG4j31RKTOlD416SY5rxNRm5n6golPyZbgvwjH3eDwqeSPy8rz2o6uiFXHN3ezS9E8eXlLxiP36lEUeseAgYwzRhxxnwd2GdybMalF22YHNQuprl_uu7QalQ/s1600/jakrt3.webp" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigbgfum_ee4Wm0PVLB0O3lG4j31RKTOlD416SY5rxNRm5n6golPyZbgvwjH3eDwqeSPy8rz2o6uiFXHN3ezS9E8eXlLxiP36lEUeseAgYwzRhxxnwd2GdybMalF22YHNQuprl_uu7QalQ/s320/jakrt3.webp" width="150" /></a>Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat
akibat kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di
Jakarta. Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai
kantung pemukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran
Baru, Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman
juga banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi
milik negara seperti Perum Perumnas.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaLEf3S6UjVmgRtwyu6WdWBjgK_ljT1GmJRsKDnye__xYSINo9TU7w3JweJVuLPMVGLx8FUO1T5fbPp_xRibRc8DwllIVYRhRncg1VA-Drj3ud_gRX1FPAmrgcWnl2F_chCdRzgMNMcSo/s1600/jakrt2.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaLEf3S6UjVmgRtwyu6WdWBjgK_ljT1GmJRsKDnye__xYSINo9TU7w3JweJVuLPMVGLx8FUO1T5fbPp_xRibRc8DwllIVYRhRncg1VA-Drj3ud_gRX1FPAmrgcWnl2F_chCdRzgMNMcSo/s320/jakrt2.jpg" width="150" /></a>Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar,
antara lain Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa
ini pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat
bisnis kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat
pemukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok
Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta
Selatan.<br />
<br />
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin
pada awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup"
bagi pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa
kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus
bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti
banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.<br />
<br />
sumber: wikipedia</div>
<br />
<br />
<br style="mso-special-character: line-break;" />
<br />Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01400648254264035065noreply@blogger.com4